Photo by Gabor Monori on Unsplash |
Semenjak
masih bocah, kita semua tentu sepaham bahwa kebutuhan pokok sebagai manusia
terdiri dari tiga hal: sandang, papan, serta pangan. Namun demikian, ada satu
hal yang tak kalah esensial untuk dikategorikan sebagai kebutuhan, yakni: buang
hajat! Agar lebih enak diucapkan, saya lebih memilih untuk merangkum kebutuhan
pokok plus-plus ini sebagai : sandang, papan, pangan, dan jamban. Biar apa?
Biar enak dibaca saja, begitu.
Sebetulnya, dalam
istilah biologi, pengeluaran atau pembuangan ampas hasil metabolisme tubuh
lebih sesuai apabila disebut ekskresi.
Ekskresi sendiri bukan melulu merujuk pada buang air besar atau buang air
kecil saja, melainkan juga pembuangan zat-zat seperti karbon dioksida, urea,
racun, dan sebagainya. Zat-zat ini memang dapat ditemui pada feses maupun urin
yang senantiasa kita keluarkan dengan penuh kelegaan itu.
Baik feses
(alias tokai) maupun urin (alias
pipis) tentu perlu dikeluarkan di tempat yang semestinya. Biar higienis dan
keliatan beradab, umat manusia menciptakan tempat khusus untuk membuang hal-hal
itu tadi. Tempat khusus itulah yang kemudian dikenal sebagai jamban. Alhasil,
proses pembuangan tokai dan pipis tadi idealnya tidak dilakukan di sembarang tempat,
gitu. Ngambon-ngamboni, soale. Yha
tentu ada beberapa pengecualian kalau kamu memang kebelet abis dan kebetulan
tidak ada jamban, yha~~
Saking
pentingnya keberadaan jamban di muka bumi, fasilitas tersebut tentu kerap
ditemukan di tempat-tempat umum. Entah kampus, tempat ibadah, pom bensin,
maupun koffisyop kesayangan kamu itu.
Sebagai bagian dari fasilitas umum, si jamban ini tentu digunakan oleh beragam
kalangan. Tidak peduli tua atau muda, mayoritas atau non-mayoritas, tim bubur
diaduk atau orang yang gak doyan bubur, semuanya butuh jamban agar tetap bisa
menjalani hidup dengan tenang dan nyaman. Sayangnya, mengingat fasilitas jamban
digunakan oleh banyak orang, ada kalanya kita menemukan
“peninggalan-peninggalan” menyebalkan dari pengguna sebelumnya.
Ketika
membahas perihal peninggalan-peninggalan menyebalkan di jamban, tokai alias
tinja tentu masuk dalam top list. Entah
berupa potongan, serpihan, atau bentuk-bentuk lain yang tidak terbayangkan,
menemukan tinja di jamban (khususnya jamban umum) tentu amat sangat
menghancurkan mood untuk buang hajat. Bayangkan saja, sudah kebelettt bangettt
(iya, saking kebeletnya karus pakai “ttt”), kemudian kamu melihat peninggalan
berwarna kuning-kecoklatan di jamban yang hendak kamu gunakan. Hasrat ingin
buang air besar maupun kecil tentu seketika surut, terlebih ketika peninggalan
tersebut menguarkan aroma khas yang... yha, gitu. Kalau menemukan yang model
begini, tentu kamu cuma bisa memaki sembari menahan sakit perut. Kemudian, mau
tidak mau kamu harus ikhlas menggelontorkan segayung air untuk memusnahkan peninggalan
masa lalu tinja yang menganggu itu tadi.
Selain
tinja, bercak-bercak kekuningan yang terpercik absurd di kloset tentu juga
masuk top list peninggalan-peninggalan
menyebalkan yang pernah saya temui di jamban. Lebih-lebih apabila kloset yang
digunakan adalah kloset duduk warna putih. Sebagai perempuan normal yang tidak
punya burung, kalau di kloset duduk pastinya saya buang hajat dengan posisi
duduk dong. Lha, kalau di kloset terdapat bercak-bercak kekuningan, otomatis
pipisnya masuk lagi. Nggilani!!
Apakah
peninggalan-peninggalan menyebalkan di jamban hanya berupa tokai dan air seni
saja? Oh, tentu tidak boskuhh~ Selain kedua hal tadi, ada satu benda lagi yang
tak kalah bikin geli. Apa lagi kalau bukan bercak darah. Eh, sebentar? Bercak
darah apanihh? Apakah baru saja terjadi pembunuhan di sebuah jamban? Atau
mungkin ada yang barusan mimisan atau muntah darah? Hmmm... bisa jadi. Biasanya
peninggalan berupa bercak atau gumpalan darah kerap saya temui di jamban khusus
perempuan. Jadi, menurut ngana itu
darah dari mana??
Peninggalan
terakhir yang tentunya membuat hasrat ingin buang hajat menjadi tersendat
adalahhh : potongan rambut yang bergelombang. Dengan catatan, potongan rambut
ini tidak panjang-panjang amat. Lebih panjang dari bulu mata, tapi lebih pendek
dari poni saya. Lekukannya agak kaku menyerupai keris, dengan warna hitam atau
gelap yang tentunya tampak kontras dengan kloset putih berbahan porselen.
Rambut apakah ini? Apakah bulu hidung yang memanjang? Atau ada orang yang cukup
selo sampai-sampai mencabuti bulu ketiak di jamban umum? Hmmm... Jmbvt~~
Comments
Post a Comment