Skip to main content

Jempol Kaki Kiri




Entah ada apa denganku pagi ini. Sepertinya aku sedang kesal, atau memang segala sesuatu disekelilingku memang seketika jadi mengesalkan. Tadi ketika aku mengeluarkan motorku, kurasakan ada rasa ngilu di jempol kaki kiriku. Kuarahkan pandanganku kearah jempol kaki kiriku tadi. Kulihat kuku jarinya  memutih. Sekitar tiga perempat bagiannya tidak menempel lagi pada tempatnya. Warnanya jadi putih pucat, seakan  bukan merupakan bagian dari kehidupan.  Darah merah segar mengucur dari  bagian sisinya.
Kuku jari memiliki tiga sisi yang melekat pada daging dan kulit. Dan sekarang jempol kaki kiriku  pada dua sisinya yang saling berhadapan sudah tidak lagi menancap kuku jari. Hanya tinggal satu sisi yang berhadapan dengan sisi satunya yang bebaslah yang masih menempel, terselubungi daging dan kulit. Aku sedikit panik. Cepat-cepat kukembalikan kuku jempol kakiku ke posisinya semula. Kutekan sedikit. Darah kembali mengucur dari sisi kiri dan kanan jempol kaki kiriku. Aku merasakan luka tersebut makin ngilu. Rasa ngilu yang makin menjadi ketika aku sepenuhnya sadar dengan apa yang terjadi dengan kuku jempol kaki kiriku. Standar motorku mengenainya, membentur sehingga kuku tadi terbuka, menganga dengan kulit serta daging yang terkelupas dan darah merah segar yang memancar.
Aku merasa khawatir. Bagaimana kalau ternyata pengelihatanku salah?  Bagaimana kalau ternyata seluruh kuku jempol kaki kiriku benar-benar terlepas dari ujung hingga pangkalnya? Dan yang lebih menyiksa pikirku, bagaimana kalau ternyata kuku jempol kaki kiriku tidak akan tumbuh lagi? Bayangkan saja jemari tanpa ada kuku yang melindungi.  Seketika perutku terasa mual. Kulihat kucuran darah yang berceceran. Sehera kuambil sekotak tissue, kusambar beberapa lembar isinya, dan kusentuhkan satu dari salahsatu ujungnya pada kucuran darah yang merah. Kubiarkan kapilaritas bekerja, meski sulit mengenyahkan kucuran darah yang masih betah mengalir, meski tidak sederas di saat-saat awal. Kuamati lagi kuku jempol kaki kiriku yang sudah berada di posisi seharusnya, meski ada bagian yang tidak menempel seperti sediakala. Dibawah kuku yang memucat itu masih terlihat darah yang terjebak sehingga seakan nampak masih ada kehidupan disana.  Kehidupan semu.
Pada dasarnya kuku merupakan batas yang nyata antara sesuatu yang hidup dan yang mati, laiknya rambut. Batas antara rasa sakit dan perasaan yang telah mati. Karena apabila kuku dipotong, tidak akan ada rasa sakit yang muncul, kecuali bagian daging dan kulit yang menyelubunginya ikut dipotong. Rasa sakit karena suatu kehilangan.  Rasa sakit karena ditinggalkan. Mustahil  apabila semua bagian kuku tersebut dapat terpotong tanpa adanya rasa sakit, kecuali apabila diberi obat bius, tentunya.  
Untuk kesekian kali, kuamati jemari kakiku lagi. Jempol kaki kiriku  masih terlihat janggal. Warnanya antara putih kebiruan. Kulihat sejenak penunjuk waktu di  ponselku. Hampir jam tujuh. Sial. Aku terburu.

._.   |:      .-.      :|   ._.  #emotsalto

Seharian penuh aku tak bisa konsentrasi pada rutinitasku. Kalau bukan karena jempol kaki kiriku, kenapa lagi? Lukanya memang sudah kututupi dengan plester, tadi. Bahkan aku sempat mengganti plesternya beberapa kali. Dan ketika kubuka nampak cairan, entah apa namanya, membekas di plester dengan warna serupa kulit itu. Aku beralih pada perban.
Sudah malam. Luka tadi masih ngilu. Aku merasa tidak enak badan. Rasa sakit tadi seakan merambat, membuat perutku mual. Menjadikan kepalaku terasa berat. Menghangatkan suhu tubuhku, menjalar hingga ke leher.
 Kubaringkan tubuhku keranjang. Di pojok atas ranjang  dekat tembok tersusun boneka-bonekaku.Semuanya berukuran kecil hingga sedang. Takada yang besar. Yang terkecil seukuran boneka tangan, dan yang terbesar  tingginya hanya sekitar dua jengkal. Kututupi tubuhku dengan selimut tipis dan kususun boneka-boneka itu menutupi bagian atas tubuhku. Aku butuh tidur.



*fyi: Kuku yang patah sampai ke pangkal lama-lama bakal numbuh lagi kok, meskipun tumbuhnya jadi agak beda, lebih tebal. Mungkin semacam mekanisme pertahanan diri biar nggak gampang patah. Kalau sampai mengalami kuku yang patah sampai ke pangkal, bawa ke pihak yang berwenang buat operasi biar bisa sekalian dicabut.  




Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...