Kopi pertama hari
ini, sudah bukan pagi. Pahit karena memang dibuat dengan sedikit gula, sesuai
pesananku. Kopi tubruk hitam, seperti biasa. Sengaja tidak kuaduk rata supaya
rasa pahitnya lebih kentara. Kunikmati setelah makan coklat pasta sehingga rasa
pahitnya benar-benar membuat kedua mataku menjadi lebih terbuka. Sesuai dengan apa
yang tengah kulihat di seberang sana. Seorang lelaki, alasan sampinganku duduk
disini. Aku yang ditemani coklat pasta seribu dua. Mengamati, berusaha
pura-pura tak peduli dengan dia yang tidak duduk sendiri, namun akrab bercakap dengan seorang
perempuan. Kopi ini terasa pahit,dan memang rasanya pahit. Dengan sedikit gula
dan tidak diaduk rata.
Kopi kedua, di
hari yang sama dengan kopi hitam dan coklat pasta. Es kopi, kopi instan
diblender dengan krimer dan gula yang
sudah teramu jadi satu dalam kemasannya. Kupesan tak lama setelah kopi pertama
kunikmati, meski tidak sampai habis karena aku tidak menelan ampasnya. Es kopi
instan yang sengaja kupesan dengan niatan awal untuk membuatku merasa lebih
baik karena rasanya yang dingin dan manis.
Entah apa yang
semesta rencanakan ketika aku sempat bimbang dengan kopi keduaku. Aku memandang
ke seberang. Dua orang tadi tampak bersiap pergi meski aku tak tahu mereka
akan menuju kemana. Aku berdiri, bilang
pada temanku kalau aku ingin pesan kopi lagi. Melangkah serampangan, memesan es
kopi instan. Ketika aku tengah mengucapkan pesanan, mereka berdua melintas,
lewat tepat di belakang punggungku.
Tulisan ini buat Ratri, meskipun bukan tentang Ratri, satu-satunya manusia yang saya kenal yang doyan kopi tubruk sampe ke ampas-ampasnya :)
uciiiii :")
ReplyDeletehoii :))
Delete