Skip to main content

Mimpi dikala Pagi


Aku masih tak bisa memahami arti mimpiku pagi ini. Pagi, karena sebelumnya aku sempat terbangun dan sadar bahwa ketika itu sudah jam tiga pagi. Aku tak yakin apakah mimpi pagiku sekadar melanjutkan mimpi malamku.
Aku melihat sebuah keyboard  dalam mimpi pagiku, alat musik serupa piano  yang sebenarnya kukenal sejak kecil. Waktu itu aku mencoba memainkan tuts-tutsnya yang hitam putih. Ada yang salah. Setiap tuts yang ku tekan memang bersuara ketika dimainkan, namun mereka tak kembali naik seperti ketika tidak ditekan. Setiap tuts tersebut tampak meleleh, seperti lilin yang terpapar panas yang cukup lama. Hampir copot ketika jemariku menekannya meski perlahan.
 Di sela rangkaian tuts yang berad di bagian kanan terlihat potongan plastik yang meleleh dengan warna merah. Ada nyala api kecil disana. Kecil, hanya seukuran api pada pemantik yang biasa dinyalakan untuk menyulut sebatang rokok. Aku mencoba memadamkan apinya, menyentuhnya dengan jemariku. Tidak terasa panas. Mungkin karena aku setengah sadar bahwa  ini hanya sebuah mimpi. Mimpi dikala pagi.


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2