Skip to main content

Last year as teenager



Hey-hoo kalian anak-anak ’94 yang sudah melepaskan umur delapanbelas tahun kalian J

(surprising) cake dari temen SMA

         
          Tidak terasa tengah semester dua sudah lewat dan saya semakin merasa terbiasa dengan rutinitas yang saya jalani sekarang. Terlebih saya sudah resmi melewati umur sembilanbelas, tepatnya sembilanbelas lebih limabelas hari pada hari ini. Sembilanbelas, makin dekat ke duapuluh. Yeah, this is our last year as teenager dear . Semoga makin dekat dengan kedewasaan ya .  Anyway, ini ulangtahun pertama saya sebagai anak kuliahan  dengan segala hal-hal baru yang saya alami :p
            Ulangtahun saya jatuh pada bulan ini, april. Entah takdir, Cuma kebetulan, atau entah apapun itu, saya merasa punya kedekatan khusus dengan bulan April. Entah kenapa, bulan april selalu menjadi bulan yang paling tidak selo[1]  bagi saya, padahal bulan-bulan sebelumnya saya justru terlalu selo. Mungkin karena memang banyak hal yang (kebetulan) terjadi di bulan april seperti rangkaian paskah, uts, dan ulangtahun orang-orang yang dekat dengan saya, baik yang sudah saya kenal semenjak saya lahir, yaitu ibu saya sendiri, dan teman-teman saya mulai dari sekolah menengah sampai kuliah semester dua ini. Entah karena apa, kebetulan saya merasa cukup dekat dengan orang-orang yang juga lahir di bulan april dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan. Bukan karena watak kami sama karena menurut saya bulan lahir belum tentu tepat menggambarkan watak seseorang. Kedekatan saya dengan those april girls terjadi begitu saya. Happy birthday, girls~



p.s. Happy birthday Indah, Anya, Yoan, Mom,Swila,Erny, Dias,Lia, Thatha …



[1] Suatu keadaan dimana sedang tidak ada kesibukan


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...