Kali ini saya
ingin menceritakan tentang final kompetisi basket khusus
perempuan malam minggu kemarin di gor Among Rogo. Kebetulan dua tim yang maju ke
final pada cabang olahraga basket sama-sama mewakili sekolah menengah atas atau
SMA. Iya, saya tidak sedang mendukung fakultas, jurusan, maupun universitas
saya. Saya juga tidak mendukung tim tingkat nasional karena saya memang bukan
benar-benar penggemar olahraga basket. Saya
hanya datang atas nama keseloan dengan
niat awal supporteran, mendukung mantan SMA saya, meski pada akhirnya saya
lebih banyak menonton jalannya pertandingan daripada memberikan sorakan. Lagipula
saya mendapatkan akses masuk secara cuma-cuma. Cerita ini bukan tentang jalannya pertandingan berikut hiruk-pikuk dukungan yang diberikan kepada para pemain. Ini tentang seorang perempuan.
Waktu itu
pertandingan belum lama berlangsung.
Para supporter di tribun dekat saya masih ribut, riuh bersiap memberikan
dukungan. Kebetulan tribun tempat saya duduk letaknya cukup dekat dengan pintu
keluar dan pintu masuk. Saya melihat seorang perempuan, sepertinya seusia ibu
saya, masuk sendirian ke dalam gor bagian penonton. Ibu tersebut berkerudung
putih dan tampak sedikit canggung memasuki tribun, karena memang beberapa
supporter menghalangi jalan. Apabila saya mengamati, sepertinya beliau adalah
ibu dari salah satu pemain dari SMA lawan karena beliau melewati tribun
supporter SMA yang saya dukung. Si ibu kemudian duduk tidak sebegitu jauh dari
tribun saya karena saya masih bisa cukup jelas melihat sosoknya. Sedikit
canggung, bergabung dengan penoton lainnya yang kebanyakan merupakan anak muda,
murid SMA dan mahasiswa. Memang ada beberapa orang tua yang juga menonton, tapi
tidak banyak karena event ini memang ditujukan buat anak SMA dan mahasiswa.
Pertandingan
berlangsung seru. Seperti yang tadi saya bilang, saya lebih banyak mengamati
pertandingan daripada supporteran.
Sesekali saya melihat ke aras si ibu berkerudung putih tadi. Beliau selalu
bertepuk tangan ketika tim lawan berhasil memasukkan bola ke ring. Yah, makin
kuat dugaan saya bahwa si ibu tengah mendukung putrinya yang menjadi tim lawan.
Pertandingan terus berjalan dan beberapa penonton mulai keluar meninggalkan
tribun. Di sisi kiri-kanan dekai si ibu sudah tidak ada orang yang duduk. Namun
si ibu masih saja setia menonton pertandingan dan memberikan dukungan. Saya
jadi teringat ibu saya yang sendirian di rumah karena bapak sedang keluar kota
dan kakak belum pulang sejak kemarin.
Pertandingan
usai. Riuh. Mars masing-masing sekolah
dinyanyikan sembari berdiri. Saya juga ikut bernyanyi dan berdiri. Kemudian
pandangan mata saya menelusur sekitar. Mencari beliau, ibu berkerudung putih.
Jujur, saya penasaran yang mana anaknya. Jarang-jarang ada ibu-ibu seorang diri
menonton pertandingan semacam itu.
Namun, si ibu menghilang entah kemana.
Saya
memutuskan segera pulang, teringat ibu saya yang sendirian. Di perjalanan saya
baru tahu kalau ternyata ibu saya sudah tidak sendiri di rumah. Kakak sudah
pulang duluan. Sudahlah, toh saya sudah terlanjur pamit ke teman-teman saya
kalau ibu saya butuh ditemani. Lagipula saya lapar dan ingin segera mengunyah makanan membahagiakan pertama yang saya beli di perjalanan tadi.
Comments
Post a Comment