Skip to main content

Lupa Bahagia



Bahagia itu sederhana. Sesederhana melihat senyum seorang bocah kecil tanpa dosa. Sesederhana menanti mentari terbenam dan melihat warna-warna senja yang diliputi jingga, magenta, dan sepercik biru muda. Sesederhana menikmati semangkuk indomie kuah dengan asap panasnya yang mengepul lengkap dengan telur, ketika dingin hujan tiba, memuaskan lapar di tanggal tua.

Bagi mimi, bahagia memang sederhana, tapi tetap ada kadarnya. Lebih dari sekadar bahagia aja atau bahagia banget. Bahagia yang pertama adalah  karena melihat orang lain bahagia. Bahagia yang kedua berasal dari apa yang terlihat di sekitar.  Sedangkan bahagia ketiga  murni berasal dari diri kita sendiri atas suatu pencapaian yang telah atau kemungkinan akan diraih. Sampai saat ini, mimi masih bisa merasakan bahagia yang pertama dan kedua. Mimi bersyukur bisa ikut bahagia kalau teman mimi juga bahagia. Mimi bersyukur bisa bahagia menikmati senja serta mencecap manisnya kembang gula. Tapi untuk bahagia yang ketiga, sepertinya mimi sudah lupa rasanya. Mungkin karena sudah lama mimi tidak melakukan suatu pencapaian  yang patut dibanggakan, atau bahkan mimi tidak melangkah menapaki jalan menuju pencapaian tersebut. Mungkin mimi hanya kurang bersyukur.



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2