Skip to main content

S(a)MA tapi beda

Kemarin atas nama keseloan saya berkunjung ka mantan SMA saya. Tentu saya tidak sendirian karena saya sudah janjian dengan kanca selo saya yang kebetulan dulu satu SMA dan sekarang satu universitas. Dan seperti kunjungan-kunjungan sebelumnya, ritual semacam ini selalu diawali dengan mengunjungi tempat yang paling melekat di hati kami, yaitu kantin sekolah yang kondisinya masih sama dengan waktu kami berkunjung terakhir kali. Bahkan letak lapak-lapak penjualnya masih sama sejak awal saya jadi anak SMA.Sabun cuci tangan yang ada di dekat wastafel masih cair sehingga cocok bila disebut sabun cair.Namun beberapa hal  dari SMA saya ini ada yang berubah seperti fungsi ruangan, lab ipa dipasangin keramik, perpus ditambahin ac , dll. Ada  ruangan yang kehilangan 'auranya' ketika saya masuk. Perpustakaan misalnya. Mungkin karena renovasi yang dilakukan membuat saya pangling  dengan ruangan tersebut. Lebih rapi, lebih leluasa, tapi terasa lebih sepi. 

Sebenarnya selama saya masih SMA, memang sekolah saya sudah mengalami beragam perubahan. Warna misalnya.

waktu awal masuk

waktu udah mau lulus
Walau bagaimanapun bentuknya, tempat tersebut bagi saya adalah sama. Sebuah bangunan yang mewakili perjalanan hidup saya selama tiga tahun.Letaknya juga masih sama semenjak masa orientasi sampai sekarang ini.Yang menjadikannya beda adalah saya yang sudah resmi berubah sebutan menjadi alumni. Dari siswi menjadi mahasiswi.
Sepertinya segalanya kelihatan lebih baik setelah saya lulus.Buat kalian yang kangen sama SMA atau mantan sekolah , tidak ada salahnya memanfaatkan keseloan kalian dengan berkunjung ke SMA atau sekolah kalian dulu. Karena kita biasanya merindukan hal-hal yang sudah terlanjur lewat, cenderung berjarak, dan bukan lagi sebagai bagian dari rutinitas. 

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2