Skip to main content

Badak

Di sebuah hutan rimba rimbun berembun, hiduplah sekawanan badak. Ada badak bercula satu dan ada badak bercula tiga. Meskipun memiliki jumlah cula yang berbeda, mereka tetap hidup aman, nyaman, tenteram, damai, dan bahagia. Mereka hidup berdampingan dan saling membantu karena selain mengenai jumlah cula,  secara fisik mereka memang serupa. Mata, bibir, telinga, serta  kaki mereka  letaknya sama. Jumlahnya juga sama.

Suatu hari, sekumpulan badak jantan muda sedang mengobrol di burjonan. Mereka terdiri dari badak bercula satu dan badak bercula tiga. Seperti badak-badak muda pada umumnya, mereka membicarakan mengenai badak betina karena beberapa dari para badak jantan muda tersebut belum punya pasangan. Padahal beberapa tahun lagi mereka akan memasuki usia perkawinan. Badak jantan muda yang sudah punya pasangan kemudian   memutuskan memperkenalkan badak-badak betina muda teman pasangan mereka. 

Singkat cerita, sekumpulan badak jantan muda dipertemukan dengan sekumpulan badak betina yang juga muda. Beberapa dari mereka saling tertarik dan jalan bersama. Diantaranya ada badak jantan muda bernama Raka dan badak betina muda bernama Kara. Bisa dibilang mereka cocok. Usia mereka hampir sama dan mereka juga sama-sama suka nongkrong di burjonan. Sayangnya, Raka merupakan badak bercula tiga, sementara Kara adalah badak bercula satu. Sayang... karena meskipun mereka hidup aman, nyaman, tenteram, damai, dan bahagia, dan samasekali tidak pernah terlibat pertengkaran, perselisihan dan sebangsanya, ada suatu keyakinan yang mengatakan bahwa badak bercula satu tidak boleh menikah dengan badak bercula tiga. Keyakinan tersebut sudah ada dari jaman dahulu kala, ketika hutan rimba rimbun masih berupa tanah tandus yang belum dihantam meteor yang membawa air ke planet dimana hutan rimba rimbun berada. Konon kabarnya, apabila badak bercula satu menikah dengan badak bercula tiga, keturunan badak akan musnah. Tidak akan ada lagi badak bercula satu atau badak bercula tiga. Yang ada hanya badak bercula dua. Cula yang lebih pantas disebut tanduk karena berada di kiri dan kanan kepala. Dan apabila selanjutnya terjadi perkawinan antara keturunan badak bercula dua,  bertanduk, maka anak mereka nantinya akan tidak memiliki cula. Generasi badak akan punah dari dunia, bahkan semesta, karena kalau badak tidak bercula, apa namanya? Maka tidak ada badak bercula satu yang berani menikahi badak bercula tiga, dan tidak ada badak bercula tiga yang menikahi badak bercula satu. Keyakinan inilah yang membuat Kara dan Raka menjadi bimbang dengan kelanjutan hubungan mereka. Suatu malam  sunyi senyap nan redup, Raka memutuskan untuk menemui Kara di burjonan duapuluhempat jam langganan mereka.

"Kara, aku kudu piye?" (Kara, aku harus gimana?) tanya Raka.

"Lakoni sik waelah..." (Jalani  dulu sajalah...) jawab Kara

"Gimana nek kita temenan dulu aja.. Nggak ngerti sampe kapan tapi." Raka menawarkan

"Sakarepmu waelah... Aku juga bingung kedepannya meh gimana." (terserah kamu sajalah... Aku juga bingung kedepannya mau bagaimana) kata Kara

Mereka terdiam seketika, mulanya hanya sesaat dan kemudian berlanjut dalam waktu yang lama sehingga diamnya mereka tidak lagi sesaat.  Mereka tetap begini, jalan bersama dan melupakan perbedaan jumlah cula yang bisa jadi akan menuai masalah di kemudian hari nantinya. Sampai suatu hari Kara menemui Raka di burjonan yang sama.

"Bagaimana kalau kita operasi saja?" tanya Kara pada Raka

"Operasi bagaimana maksudmu?" Raka balik bertanya

"Operasi cula.. semacam operasi plastik gitu. Lagi trend nih katanya." kata Kara

"Aku rasa tidak semudah itu, Kara. Ini bukan hanya tentang cula. Bukan hanya aku mengurangi apa yang kupunya, atau kamu menambah apa yang tidak kamu punya. Bukan perkara mengurangi atau menambah cula kita. Yang membuat kita tidak bisa dipersatukan sebenarnya ada dari dalam diri kita sendiri. Turun temurun dari nenek moyang kita. Kalaupun jumlah cula kita berubah, nasib anak kita kelak tetap tidak akan bisa berubah. Mereka bukan lagi menjadi badak bercula. Terlebih anak cucu kita nanti tidak akan diakui sebagai Badak." Raka menjelaskan panjang lebar. Kara hanya bisa terdiam, kehilangan kata-kata. Entah sampai kapan mereka begini. Mungkin sampai mereka menemukan badak pasangan pengganti dengan jumlah cula yang sama.


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...