Skip to main content

Duh, mas...

Suatu malam di ruang make up terjadilah dialog antara dua individu. Dua , karena kalau cuma satu namanya monolog...

"Duh, mas.. hidupku hampa tanpamu, mas..."

"Duh, dik.. seberapa pentingnya diriku bagimu?"

"Kamu membuat hidupku lengkap, mas. Kamu membuat punyaku makin panjang."

"Bukannya punyamu memang sudah panjang ya, dik?"

"Iyasih, mas.. Tapi dengan belaianmu, punyaku bukan cuma makin panjang, tapi makin kelihatan. Bentuknya jadi beda dari kalau nggak ada kamu, mas.."

"Tapikan kalau cara membelainya salah, punyamu jadi keliatan kaku kan, dik. Jadi nggak kelihatan asli. Apalagi kalau keseringan dibelai, dik..."

"Duh, mas.. tapi kalo bener kan jadinya bagus..."

"Terserah padamu lah dik, karena tanpamu entah apa aku akan ada gunanya di dunia ini.. Memang cuma kamu yang pantas aku buat jadi lebih panjang dan lentik."

"Makasih banyak loh ya mas.... maskara... "

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2