Skip to main content

Jangkrik api

Aku adalah si jangkrik api. Masih bertetangga dengan semut api. Kebetulan kami tinggal di suatu teritori  yang dikenal sebagai negara api. Negara api yang membuat segala sesuatunya jadi berubah ketika melakukan penyerangan.


Sebagai bagian dari negara api,  aku dan semut api juga ikut menyerang, meski cara penyerangan kami berbeda. Semut api menyerang dengan gigitannya yang panas dan buas.Mereka berbaris berjajar penuh semangat dan berapi-api sambil menggerogoti kepala seluruh makhluk bumi kemudian merembet dan merayap ke otak. Kepala jadi panas, otak panas. Suasana memanas, manusia makin ganas. Bahkan singapun kalah ganas dan hanya bisa terkulai lemas dengan wajah memelas.

Sebagai jangkrik api, aku sebenarnya tidak punya niat untuk menyerang manusia. Bahkan aku merasa berguna karena bisa menjadi sumber cahaya, meski untuk mengantongiku, manusia harus memberikan pengorbanan dengan tarif tertentu, tergantung berapa standar induk semangku.  Warna-warni dan bentukanku yang pada dasarnya unyu membuat manusia-manusia itu tanpa ragu meraihku dan memasukkannya dalam saku, baik saku celana ataupun saku kemeja. Bila di saku celana, aku akan membuat mereka terbakar nafsu. Dan bila di kantong kemeja, aku akan menyulut hati manusia dalam cemburu.
Aku adalah jangkrik api. Aku berbeda dengan semut api. Aku memilih bekerja sendiri.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2