Skip to main content

Ragi

Kiki adalah seorang murid  di sekolah pembuat roti milik Ibu Becky. Kiki  adalah anak yang rajin dan selalu datang tepat waktu untuk belajar membuat roti meski sering disibukkan dengan pekerjaannya membereskan rumah mungilnya yang sederhana.

Suatu hari, Kiki jatuh sakit. Mungkin karena kelelahan. Kepalanya pusing dan telinganya berdenging. Kiki tidak bisa pergi ke sekolah pembuat roti sampai seminggu lamanya. Padahal sebentar lagi akan diadakan ujian membuat roti dan tidak ada ujian susulan.

***
Waktu untuk ujian membuat roti telah tiba. Kiki merasa sudah lebih baik, meski mungkin perasaan itu hanya kumpulan rasa takutnya yang menjadi motivasi untuk masuk sekolah lagi dan ujian membuat roti. Karena sudah lama tidak bangun pagi, Kiki kesiangan sehingga ia berangkat dengan terburu-buru, bahkan sampai lupa memakai kacamatanya. Padahal Kiki tidak bisa melihat jelas tanpa kacamata. Untung Kiki menemukan kacamata lamanya di sekolah. Sayang kondisi kacamata tersebut tidak bagus karena sudah retak dan buram.
Dengan telinga yang masih berdenging dan kacamata buramnya, Kiki memberanikan diri untuk ikut ujian. Bu Becky yang baik hati memahami kondisi Kiki dan memberikan sedikit bantuan pada Kiki yang tengah mempersiapkan adonan roti.

"Kiki, sekarang tambahkan ragi agar rotinya bisa mengembang dengan baik." kata Bu Becky

"Baik, bu." jawab Kiki. Matanya menelusur mencari toples kecil bertuliskan ragi. R-a-g..... Nah, Kiki menemukan toples dengan tulisan yang dimaksud dan mencampurkannya dalam adonan roti.

"Sini, biar ibu bantu memanggangnya" kata Bu Becky yang baik hati. Adonan roti buatan Kiki tengah dipanggang dengan suhu yang pas. Tigapuluh menit kemudian, adonan dikeluarkan dari panggangan. Bu Becky heran dengan roti buatan Kiki karena samasekali tidak mengambang.

"Saya heran, kenapa roti kamu tidak mengembang?" 

"Saya juga tidak tahu, bu." jawab Kiki. Keringat dinginnya mengucur.

"Apakah kamu yakin sudah menambahkan ragi?"

"Sudah,bu.. ini toplesnya." kata Kiki takut-takut sambil menyodorkan toples kecil yang dimaksud.

"Kamu salah menambahkan. Ini bukan ragi. Ini ragu."

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...