Skip to main content

Nia dan Nia

Saya punya teman bernama Nia dan Nia. Iya, bukan cuma Nia, tapi ada dua Nia, meski yang namanya Nia (yang saya kenal tentunya) nggak cuman mereka berdua. Tapi karena kedua Nia ini seangkatan dengan saya, jadilah saya ceritakan sekalian.  Nia yang pertama saya kenal ketika SMA, dan Nia yang kedua baru bertemu ketika kuliah.

Saya akan menceritakan Nia yang pertama terlebih dahulu. Nia yang saya kenal ketika SMA, tepatnya ketika kelas sepuluh. Panggilannya berasal dari kata Kurnia, Kurniasari Wijayapuspita (kalau tidak salah). Kebetulan kami sekelas waktu itu di kelas sepuluh f. Tidak banyak yang saya ingat tentang Nia kala itu karena memang kelas sepuluh terasa begitu singkat dan kemudian lewat seiring adanya penjurusan ipa, ips, dan bahasa. Nia memang sama-sama masuk ips, tapi kami tidak sekelas. Baru waktu kelas tiga kami dipertemukan kembali atas nama takdir, nasib, dan alasan akademis; biar unasnya gampang, pembagian kelas duabelas dibuat berdasarkan kelas awal waktu kelas sepuluh, jadi kebanyakan anak ipa dan ips sekelas lagi sama temen kelas sepuluh. Singkatnya, saya jadi deket lagi sama Nia gara-gara sering main capsa . Kita biasanya main capsa tidak cuma berdua tapi juga barengan sama indah,anya, dan lia. Karena sebenarnya capsa dimainkan empat orang, harus ada orang yang mau mengalah, dan Nia adalah salahsatunya. Sekarang Nia sudah tidak kuliah maupun tinggal di Jogja. Saya kangen sama Nia yang ini. Mbok plis, kapan ke jogja?? Kangen, pengen main capsa.

Oke, beralih ke Nia yang satunya. Nama Nia lagi-lagi diperoleh dari kata Kurnia, Tri Kurnia Revul Andina. Karena Nia yang sebelumnya sudah saya panggil Nia, lebih baik Nia yang kedua ini dipanggil Revul. Kebetulan Revul sekelas waktu semester 1 dan 2 karena memang kelasnya masih jadi satu dan cuman ada satu di angkatan ini. Kebetulan Revul kenal sama temen SMA yang masih saudara jauh saya. Revul ini salahsatu penyelamat saya kala males nugas dan males kuliah melanda. Orangnya rada annoying, sering banget minta maaf, tapi enak juga diajakin kelayapan. Kangen juga sama Nia yang ini, meskipun belum lama-lama banget nggak ketemunya.

Intinya, saya kangen sama yang namanya Nia dan Nia.


Comments

  1. wahahaha.. ucay... kangen ucay... capcus.. aku ke Jogja Desember cay.. TT_TT

    ReplyDelete
    Replies
    1. yawlaaa... Baru baca komenn akuhh :")
      *kangen nia :""

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2