Skip to main content

Lelaki yang tidak dinamis

sebelumnya...


Vanilla latte di cangkir  Alerta yang masih setengah penuh menjadi semakin dingin, menyamakan suhu dengan udara di luar ruangan. Sebenarnya malam ini cukup indah. Bulan terlihat begitu jelas , bulat penuh, dan berbinar. Sayang, perasaan Alerta tidak begitu baik. Segalanya tidak seindah yang dilihat orang-orang kebanyakan. Orang-orang yang antusias memandang bulan bulat penuh nan berbinar sembari mengabadikannya dengan jepretan kamera atau dengan memori di kepala.
Ponsel Alerta bergetar sebentar, tanda ada pesan masuk . Dilihatnya sekilas.Darren. Lelaki yang baru saja ia bicarakan dengan Hans ternyata mengirim pesan singkat. Alerta tampak malas menanggapinya dan menunjukkan pesan singkat yang isinya hanya basa-basi itu pada Hans.

"Nih.. Panjang umur. Barusan diomongin, udah sms aja." kata alerta sambil menyodorkan ponselnya. Hans menerimanya, mencermati pesan singkat dari Darren ke Alerta tanpa berkomentar. Lagipula komentarnya tidak akan mempengaruhi keadaan dan menjadikan Alerta lebih tenang. Justru malah bisa membuat mood Alerta makin buruk.

"Pasti lagi sepi, lagi selo. Giliran gini aja, baru sms." Alerta kembali bicara dengan nada kesal dan menyeruput kembali minumannya.

Hans masih diam, menunggu waktu yang tepat untuk bicara, meski mungkin tidak akan pernah ada waktu yang dirasanya tepat untuk menyinggung mengenai Darren di depan Alerta. Sebenarnya Hans cukup kenal dengan Darren, meski awalnya hanya  dari Alerta. Menurut Hans, tidak ada yang salah dengan Darren. Dia hanya belum bisa move on. Setidaknya begitulah yang Darren katakan kepada Hans sekitar satu bulan yang lalu. Ketika itu Darren berkunjung ke coffeeshopnya, sendirian tanpa Alerta. Darren tahu benar kalau Hans adalah sepupu Alerta yang paling dekat. Bukan hanya dekat berdasarkan garis keturunan, namun lebih berdasarkan hati. Sebagai anak tunggal, wajar apabila Alerta butuh sosok lain yang lebih dewasa, namun berusia tidak terlalu jauh dengannya.
Meski begitu dekat, sebagai seorang lelaki, Hans juga memiliki rahasianya sendiri. Rahasia yang dia simpan dari Alerta. Rahasia mengenai Darren, yang entah kenapa bisa Darren percayakan pada Hans. Mungkin karena intuisi seorang lelaki. Intuisi Darren tepatnya. Intuisi yang mengatakan bahwa Hans memang bisa dipercaya. Dan untungnya intuisi tersebut benar. Hans tahu kalau Darren masih menyimpan perasaan pada seseorang. Orang lain, bukan Alerta.
Giliran ponsel Hans yang bergetar. Ada pesan masuk. Kebetulan dari orang yang sedang Hans dan Alerta bicarakan. Intinya menanyakan tentang Alerta. Hans dan Darren pun saling berkirim pesan singkat, membicarakan Alerta.

from: Darren
to  : Hans
Elo lagi sm Alerta kan?? Tolong tenangin dia, ya. Tapi jgn bilang gue yang nyuruh.



from: Hans
to  : Darren
Lagi ngomongin elo tuh. Mau elo apaan sih sebenernya? Kalo emang elo nggak tertarik sama sepupu gue, jauh2lah mendingan. Jgn sok2an ngasi harapan.

from: Darren
to  : Hans
Gue nggak maksud gitu, sumpah. Gue cuman butuh orang buat ngelampiasin perasaan gue yang nggak ditanggepin. Gue butuh Alerta. Gue ngerasa nyaman bgt sama dia.

from: Hans
to  : Darren
Jgn jadiin sepupu gue sbg pelarian deh. Elo mending jelasin langsung ke Alerta skrg.

from: Darren
to  : Hans
Oke, fine. Gue otw..



Alerta sadar bila Hans sedari tadi sibuk dengan ponselnya. Alerta merasa tak diacuhkan dan semakin kesal. Kekesalannya bertambah tatkala melihat Darren datang berjalan menuju ke arahnya. 

"Let, sori kalo selama ini aku cuman nyari kamu kalo pas butuh doang." Darren terlihat menyesal, berusaha mengucapkan maaf. Alerta diam.

"Ayolah.. kita kan kenal juga udah lama. Kamu tau banget kan aku orangnya kayak gimana?" Darren masih bicara.

"Terus kalo udah kenal lama, jadi bisa seenaknya!?" Hans angkat bicara.  Hans merasa geram dan berusaha membuat Darren bungkam dengan sekali hantam. Alerta diam, pelipis Darren lebam. Hans juga ikut diam karena sadar perlakuannya ke Darren mungkin sudah keterlaluan. Hans masih berusaha mengatur napas. Hans tahu situasi Darren. Hans paham perasaan Darren karena memang Darren menceritakan segalanya kepada Hans. Tapi Hans tetap tidak rela sepupunya diperlakukan semena-mena. Hans tidak suka Alerta hanya jadi korban pelarian atas perasaan yang salah alamat, salah sasaran, dan tanpa tanggapan. Maka dari itu, Hans kemudian beranjak menjauh. Membuat jarak dengan Darren dan Alerta. Mundur teratur sambil berucap maaf pada mereka berdua. Kekesalan Alerta pada Darren luruh. Alerta memeriksa keadaan Darren. Setelah yakin Darren masih sanggup pulang sendiri, mereka memutuskan untuk pulang.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...