Skip to main content

Racun Serangga (part1)

Sore ini sedikit berawan ketika aku tengah menikmati waktu istirahatku yang singkat dengan menghisap sebatang rokok. Jadwalku cukup padat akhir-akhir ini karena terlalu banyak kasus yang harus aku tangani. Aku harus berhadapan dengan kasus kriminal yang tidak pernah ada habisnya. Sebagian besar kasus tersebut berakhir dengan korban jiwa. Entah pencurian, penculikan, atau apa, pembunuhan dan kematian sepertinya menjadi tujuan akhirnya. Entah pembunuhan tersebut sengaja atau tidak disengaja, direncana atau tidak direncana. Intinya, hampir sebagian besar kasus yang kutangani berkaitan dengan orang mati.
Ponselku berdering. Sebuah panggilan dari nomer rekan kerjaku. Sepertinya ada pekerjaan yang kembali harus kuurus. 

"Halo.. ada kasus apa lagi kali ini?" tanyaku

"Ada orang mati. Lagi-lagi..." kata suara di seberang telepon. Seorang rekan kerja bernama Ben.

"Pembunuhan? terkait penculikan atau pencurian?" tanyaku lagi

"Sepertinya bukan. Tidak ada tanda-tanda bekas penganiayaan." katanya

"Baiklah. Kirimkan alamatnya. Aku segera kesana."

"Oke.. Kita tunggu."

Kupacu kendaraanku menuju tempat kejadian di sebuah perumahan elit. Pengamanan di sini sepertinya cukup ketat, dilihat dari beberapa pos keamanan yang dibangun tiap jarak tertentu. Garis polisi sudah dipasang dan aku menerobos masuk dan menuju ke ruang makan yang merupakan tempat kejadian. Beberapa warga setempat yang kebanyakan laki-laki berumur mencoba menghalangiku. Sepertinya mereka tidak terbiasa melihat perempuan mengurusi kasus semacam ini. 

"Saya petugas, pak." Kataku sambil menunjukkan tanda pengenalku. Tertera namaku disana. Valerie. 

"Val, korban sudah dibawa ambulance tadi." kata Ben

"Barang bukti sudah diamankan?" tanyaku

"Sudah. Sejauh ini, kematian diduga karena racun serangga." kata Ben lagi.

 Aku mengamati sekeliling . Terlihat warga sekitar dengan wajah-wajah penuh rasa cemas ditimpa rasa penasaran. Rasa penasaran dan ingintahu yang menang. Situasi semacam ini pasti baru bagi mereka. Mungkin pertama kali. Tidak lama, Ben menunjukkan sebotol racun serangga kepadaku . Botol racun yang sudah terbuka segelnya dan dimasukkan ke dalam kantong plastik bening yang biasa digunakan untuk mengumpulkan barang bukti.

"Bisa ceritakan tentang identitas korban?" tanyaku pada Ben sambil melihat sekeliling tempat kejadian. Ada beberapa foto dengan gambar dua orang perempuan yang tampak mirip, namun sepertinya beda usia. Mungkin foto si penghuni rumah.

"Korban adalah Arianna, seorang perempuan berusia 22 tahun. Dia tinggal berdua di rumah ini bersama adik perempuan satu-satunya yang bernama Adrianna." jawab Ben

"Sekarang adiknya ada dimana?" tanyaku lagi

"Adrianna sedang dibawa ke rumah sakit. Sepertinya dia tampak terguncang dengan kejadian ini." kata Ben

"Baiklah. Amankan tempat ini. Aku akan mencoba berbicara dengan adik korban." kataku sambil keluar dan bersiap melaju ke rumah sakit.


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2