Skip to main content

Tempat Tidurku adalah Mesin Waktu

Tempat tidurku dan seperangkatnya adalah mesin waktu
Di atas sini,waktu berjalan semaunya sendiri
Bahkan aku tidak bisa mengatur lajunya, cepat-lambatnya
Udara dingin merambat, mendukungku untuk meringkuk dengan selimut yang semakin erat menjerat
Sesekali kulihat penunjuk waktu, lima menit lagi aku harus sudah bersiap pergi
Waktu masih berjalan lambat,tak terasa lima menit lewat
Kemudian lima menit selanjutnya juga lewat
Lima menit kali empat, berlipat.. lipat.. berkali-kali lipat...
Waktu benar-benar terasa lambat, padahal banyak hal terlanjur terlewat
Tempat tidurku adalah mesin waktu
Besok pagi aku harus bangun pagi
Tapi mesin waktuku ini seakan tak mau membantuku melesat cepat
Enggan membuaiku agar segera terlelap dalam tidurku
Waktu terasa lambat, sungguh-sungguh lambat
Mungkin besok aku akan bangun terlambat

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2