Skip to main content

Ke"tertabrak"an

Selamat malam, masyarakat. Hari ini Dua hari lalu, saya kembali tertabrak ketika mengendarai pingkan. Tolong, jangan khawatirkan saya. Lebih baik, khawatirkan saja pingkan  yang dengan segala kejahanaman semesta terpilih untuk dimiliki dan dikendarai oleh perempuan macam saya. Knalpot pingkan semakin retak. Iya. Semakin, karena entah kenapa tubuh bagian kanan pingkan selalu kena apes, entah karena nggasruk atau tertabrak pengendara lain. 
Nah, kenapa saya mengatakan bahwa saya 'tertabrak', bukan 'ditabrak' ?? Saya rasa perihal tertabrak-tertabrakan ini sepenuhnya insidensial. Iya, kebetulan saja kami sedang sial. Tapi, dalam hal ini, saya sadar bahwa saya mempunyai andil dalam kejadian tertabrak-tertabrakan ini. Saya rasa, saya belum sepenuhnya mampu membaca sekitaran saya dengan benar. Ada kalanya saya terlalu memandang ke depan, tanpa memerhatikan belakang dan sisi-sisi samping saya. Mungkin, saya lelah. Tapi, toh kalau "lelah" selalu bisa jadi alasan, paling tidak "keadaan" tidak sendirian. Soalnya, banyak gitusih manusia-manusia yang suka menyalahkan "keadaan". Duh, kok jadi ngelantur begini.
Well, jadi, intinya, saya pernah mengalami dua kali ke"tertabrak"an ini. Kejadian pertama, karena saya memilih untuk mengerem ketika akan melewati persimpangan. Sementara kejadian kedua ketika saya memilih untuk tidak mengerem alias terus melaju. Dari sini, saya jadi paham bahwa perihal menahan dan melepaskan harus dilakukan pada waktu yang tepat. Apa yang ditahan? Apapun yang dirasa perlu. Bisa omongan, bisa perasaan. Bukankah apa yang ingin kita ungkapkan tidak selalu sama dengan apa yang musti kita ungkapkan? Salah seorang teman saya pernah bilang,  bahwa toh slogan be your self tidak selalu secara harafiah berarti "jadilah diri sendiri". Secara terselubung, be your self dapat berarti "jadilah yang orang lain mau" atau "perlakukan orang lain seperti yang dia/mereka mau".  Tapi, bukan berarti kita harus selalu pasang topeng kayak iron man yang sebenernya lebih ganteng kalo topengnya dibukak juga sih. Pokoknya, jangan ngerem atau ngelepas rem sembarangan. Udah, itu aja.

Adios~


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...