Selamat lewat tengah malam, insomnian! Happy Sunday~ Kalau malam (atau mungkin menjelang pagi) ini ada yang masih belum bisa tidur, saya pun demikian. Saya tadi habis dolan, terus ngopi biar nggak ngantuk waktu nonton temen saya tampil di FKY Kleringan. Kemudian betah meleknya malah bablas sampe sekarang. Ya sudah, mending saya tsurhat sajalah.
Jadi, barusan ini, saya dolan bareng dua makhluk selo-ambyar yang kebetulan satu universitas dan punya dimensi keseloan yang beda tipis dengan saya. Kalau diingat-ingat, jujur saya tidak terlalu ingat bagaimana saya bisa dekat dengan manusia ambyar macam mereka. Tapi, keberadaan mereka di dunia membuat saya sadar akan satu hal yang terangkum dalam satu kalimat pada judul postingan ini. "I have no best friend(s)"*cmiiw*. Saya merasa tidak punya teman terbaik. Bukannya mau sok-sokan , karena toh saya masih cukup mudadengan bentukan ala dedek-dedek maba apabila dibanding dengan ibu saya. Pengalaman hidup saya terbilang singkat jika boleh dibandingkan dengan ibu saya yang sudah berkeluarga, namun tetap menjalin relasi dengan teman-temannya semasa kuliah.
Buat teman-teman sepermainan, seper-seloan, seperguruan, seperkuliahan, dan sebangsanya, jangan pada su'udzon dulu lho ya. Saya bisa bilang demikian karena saya rasa saya tidak akan pernah bisa memilih dari sekian banyak umat manusia yang pernah mampir maupun hadir dalam hidup saya. Sebenarnya saya pun sempat berniat bikin postingan tentang teman-teman saya. Akantetapi, apalah daya saya. Kesibukandalam bermalas-malasan membuat saya enggan melanjutkan postingan yang kemudian hanya membusuk dan berbelatung di draft maupun benak saya.
Saya rasa, manusia memang diciptakan sedemikian rupa dengan bentukan maupun watak yang berbeda-beda. Karena teman saya juga manusia, tentu saya memandang mereka dengan cara yang berbeda pula. Perbedaan inilah yang membuat hidup saya terasa makin komplet. Saya merasa sungguh bersyukur karena mengenal manusia-manusia yang asik diajak tsurhat, ngerumpi, nggembel, pisuh-pisuhan, jalan-jalan, jajan-jajan, ngasut, dan lain sebagainya. Namun demikian, dimensi keseloan sama halnya dengan seleksi alam yang menciptakan jarak sedemikian rupa. Sebagai manusia yang percaya pada takdir, saya cenderung pasrahan, meski kata pasrah selalu memiliki dualisme. Intinya, saya bukan tipe orang yang doyan jadi merepotkan, meski merepotkan dan direpotkan merupan bagian dari kehidupan. Tapi, sungguh, bagi saya sifat pasrahan merupakan bentuk keikhlasan. Mungkin hal ini yang membuat saya terkadang memilih untuk keluyuran sendiri. Ibarat kekasih, saya bisa jadi bukan merupakan perempuan posesif. Saya memandang teman-teman saya juga punya kehidupan, dan saya hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mereka. Teman bukanlah seperti sebidang tanah yang punya sertifikat kepemilikan sehingga membuatmu merasa aman tanpa takut digusur. Mereka adalah tempat di mana kamu bisa singgah sembari berkeluh kesah. Mereka bisa jadi adalah rekan ketika kamu berulah.
Duh, saya kok jadimabuk ngantuk gini. Saya sudahi saja lah ya, teman-teman, kawan-kawan, sanak saudara dan handai taulan. Mohon maaf lahir batin, mumpung masih boleh syawalan.
xoxo.
Jadi, barusan ini, saya dolan bareng dua makhluk selo-ambyar yang kebetulan satu universitas dan punya dimensi keseloan yang beda tipis dengan saya. Kalau diingat-ingat, jujur saya tidak terlalu ingat bagaimana saya bisa dekat dengan manusia ambyar macam mereka. Tapi, keberadaan mereka di dunia membuat saya sadar akan satu hal yang terangkum dalam satu kalimat pada judul postingan ini. "I have no best friend(s)"*cmiiw*. Saya merasa tidak punya teman terbaik. Bukannya mau sok-sokan , karena toh saya masih cukup muda
Buat teman-teman sepermainan, seper-seloan, seperguruan, seperkuliahan, dan sebangsanya, jangan pada su'udzon dulu lho ya. Saya bisa bilang demikian karena saya rasa saya tidak akan pernah bisa memilih dari sekian banyak umat manusia yang pernah mampir maupun hadir dalam hidup saya. Sebenarnya saya pun sempat berniat bikin postingan tentang teman-teman saya. Akantetapi, apalah daya saya. Kesibukan
Saya rasa, manusia memang diciptakan sedemikian rupa dengan bentukan maupun watak yang berbeda-beda. Karena teman saya juga manusia, tentu saya memandang mereka dengan cara yang berbeda pula. Perbedaan inilah yang membuat hidup saya terasa makin komplet. Saya merasa sungguh bersyukur karena mengenal manusia-manusia yang asik diajak tsurhat, ngerumpi, nggembel, pisuh-pisuhan, jalan-jalan, jajan-jajan, ngasut, dan lain sebagainya. Namun demikian, dimensi keseloan sama halnya dengan seleksi alam yang menciptakan jarak sedemikian rupa. Sebagai manusia yang percaya pada takdir, saya cenderung pasrahan, meski kata pasrah selalu memiliki dualisme. Intinya, saya bukan tipe orang yang doyan jadi merepotkan, meski merepotkan dan direpotkan merupan bagian dari kehidupan. Tapi, sungguh, bagi saya sifat pasrahan merupakan bentuk keikhlasan. Mungkin hal ini yang membuat saya terkadang memilih untuk keluyuran sendiri. Ibarat kekasih, saya bisa jadi bukan merupakan perempuan posesif. Saya memandang teman-teman saya juga punya kehidupan, dan saya hanyalah sebagian kecil dari kehidupan mereka. Teman bukanlah seperti sebidang tanah yang punya sertifikat kepemilikan sehingga membuatmu merasa aman tanpa takut digusur. Mereka adalah tempat di mana kamu bisa singgah sembari berkeluh kesah. Mereka bisa jadi adalah rekan ketika kamu berulah.
Duh, saya kok jadi
xoxo.
Duh saya nggak diajak ke FKY, gagal gaul. bukan best prenmu uhh~
ReplyDeleteIni FKY-nya bukan yang di Ngasem, sih~
DeleteNggak ada jajan-jajan sama dodolan-dodolan macem-macemnya ._.v