Skip to main content

Sebut Saja (Resep) Pancake


Pada suatu ketika, saya pernah ngidam sama yang namanya pancake. Saking ngidamnya, saya pernah randomly tetiba seketika pesen pancake di salahsatu tempat makan. Padahal niat awalnya mau makan nasi. Saya juga baru tahu kalau tempat makan tersebut ternyata jualan pancake. Meskipun bentukannya agak ambyar, karena berasa seperti pancakes konvensional, toh saya bahagia juga jadinya. Apalagi toppingnya jelas, pake ice cream sama potongan buah pisang. Mungkin pancake bisa dikategorikan sebagai makanan membahagiakan versi saya.

Waktu libur puasa kemaren, saya tetiba pengen pancake lagi. Nah, sebelum liburan ini, saya sudah pernah mencoba membuat pancake sendiri, tapi agak gagal ambyar gitusih. Tapi, karena libur-libur nggak dapet jatah uang jajan menghargai yang berpuasa dan malas pergi ke luar, saya memutuskan bikin pancake sendiri. Ibu saya tentu dengan senang hati membelikan bahan-bahan untuk membuat pancake ini. Sebagai generasi kekinian, saya googling resep dong. Googling-gambling  sih sebenernya, soalnya  resep yang dulu berakhir ambyar  itu enggak tahu ada di mana. Terus karena memang ibu saya bawa bahannya agak random, ( ibu saya beli bahan, padahal saya belom nyari resep), jadilah saya pake keywords yang nyangkut-nyangkut ke bahan-bahan yang sudah dibelikan. Ini beneran homemade lho ya. Bukan pancake-instant-tinggal-tambah-telur. Kemudian saya tersesat ke sini. Setelah mencermati, mengamati, dan menelisik, ternyata saya punya sebagian besar bahan di resep tersebut. Jadilah saya coba bikin pancake. Saya bahkan bikin sampe tiga kali, dengan beberapa modifikasi, seperti perubahan takaran. Bahkan resep ini sempat saya print ulang, karena cetakan pertama hilang. Jadi, daripada hilang lagi, mending saya tulis di blog saya sendiri, berikut modifikasinya. Ini bukan resep saya lho, ya. Ukurannya pun saya ngikut, soalnya waktu praktik, saya lupa mencatat modifikasinya. ehehehe.. ._.v  *ceritanya biar enggak dituduh plagiat*

Bahan:
    1. 12 sdm tepung terigu  (nyendoknya sampai menggunung, yes. Kata resep aslinya demikian. Saya pakai tepung segitiga biru. Awalnya saya ragu apakah ini terigu yang cocok buat bikin pancake,  mengingat sebagai generasi kekinian, saya sempat cari tahu bahwa terigu ada macam-macam. Tapi, melihat gambar pancake di kemasan terigu, saya merasa ayem tentrem.) 
    2. 1 sdt ragi instant/ fermipan 
    3. 1/2 sdt garam 
    4. 10 sdm gula pasir (tidak menggunung, bisa dikurangi kalau sudah pake susu kental manis)
    5. 1/2 bungkus vanili (yang sachet kecil )
    6. 2 sdm blue band, cairkan. (Saya tidak bermaksud promosi brand, sih. Cuman, kebetulan ibu saya beli yang merk ini.)
    7. 350 ml susu cair hangat. (waktu pertama nyoba, saya ganti dengan dua sachet susu kental manis. Tapi, memang lebih enak pake susu cair.)
    8. 3 butir telur ayam. (di kocok. Saya suka pake whisk dan dikocok sampai mengembang. )
Cara membuat:
  1. Aduk terigu bersama fermipan, garam, gula, dan vanili.
  2. Tambahkan susu cair, aduk dengan whisk secara melingkar supaya tidak menggumpal.
  3. Tambahkan telur dan mentega dalam adonan tepung. Aduk sampai rata. (Pada tahap ini,*pengalaman saya sih* adonan memang terlihat encer.)
  4. Diamkan adonan selama minimal 30 menit agar mengembang. Saya memilih cari aman dengan mendiamkan adonan lebih lama. Setelah mengembang, adonan menjadi tidak seencer sebelumnya.
  5. Tuangkan di wajan antilengket. Setelah matang/ muncul lubang-lubang, balik sebentar. 
    Bolong-bolong, kayak serabi~~
    Saya baliknya pakai spatula lentur. Dibalik di udara a.k.a dilempar  juga bisa sih.. *sok-sokan*
  6. Susun di piring dan hiasi dengan topping. 
Tinggal dikasih topping.
Demikian yang bisa saya sampaikan. Kurang-lebihnya, harap maklum. Terimakasih.


Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...