Skip to main content

Mencintai Ala Efek Rumah Kaca

 Aku masih duduk sendiri, menunggumu di kedai kopi, menghadap ke arah pintu masuk .Kopi tubruk Bajawa yang sedari tadi kupesan sudah tandas, tinggal ampas. Gula dalam sachet di samping cangkir kopi tak kusentuh sama sekali.  Kedua telingaku masih tersumpal headset, membuatku terlihat tolol di kedai yang full music ini. Lagu-lagu erk masih memenuhi kepalaku. Lagu dari grup musik kesukaanmu yang tempo hari kamu usulkan untuk kujejalkan dalam daftar putarku. Aku menurut sajalah, toh mungkin lagu-lagu itu membantuku mengenalmu lebih dalam.

... kita berdua,tak pernah ucapkan maaf, tapi saling mengerti~...

Tepat ketika lirik tersebut mengalun, kamu tiba dengan sepeda motor tua. Kamu langsung masuk, menghampiriku tanpa kata maaf. Mungkin lagu-lagu erk  sudah benar-benar kamu jadikan sebagai kitab hidupmu, pikirku. Kamu duduk di hadapanku, tersenyum seperti biasa sembari bertanya,

"Kamu pesan apa ?"

"Tubruk, Bajawa."

"Enak? Boleh nyobain?"

"Udah tinggal ampas. Pesen aja lagi, sekalian aku juga mau pesen ."

 Kamu mengiyakan sembari melambaikan tangan memanggil waiter. Kamu memesan kopi hitam untukmu, dan memesankan cokelat panas dengan marsmallow untukku. Aku tak menolak.

"Makin gondrong aja itu rambut," kataku, membuka kembali obrolan.

"Ehehehe.. keren kan tapi."

Aku mengiyakan. Aku tidak ingin memujimu secara gamblang. Betapa pun aku menyukai rambutmu yang kian hari kian panjang. Betapapun aku mengagumi pola pikirmu, alunan musikmu.
Pesanan kita tiba. Obrolan kita terhenti sementara. Kemudian kamu kembali bercerita lepas. Aku pun demikian. Kita bercerita bergantian, mendengarkan bergantian. Menunggu jeda yang tepat untuk sekadar tertawa, atau menyela dan sedikit berkomentar tanpa membuat lawan bicara lupa akan apa yang ingin diceritakan. Cerita berlanjut, sampai kamu berkata...

"Han, aku bakalan pergi sekitar semingguan, nih. Ada kerjaan. Mungkin aku cukup sibuk, sampe nggak bisa sering-sering kasih kabar."

"I'ts okay.. Kayak kamu nggak kenal aku aja.. "

"Mau oleh-oleh?"

"Boleh... kalo nggak ngerepotin, sih..."

Aku tersenyum. Begitu pun kamu. Aku paham kesibukanmu dan aku cukup terbiasa menimbun rindu.


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...