Skip to main content

Kedai IQ

Berkaitan dengan postingan saya yang ini, saya bermaksud membuat postingan lain. Ini postingan pertama saya terkait artefak hidup saya yang saya ambil secara acak dari tumpukan-tumpkan artefak lainnya. Karea kebetulan berupa struk tempat makan, mungkin postingan kali ini jatohnya malah kayak review tempat makan. Tapi, yasudahlah.. Suka-suka saya sajalah ya~


Jadi, ceritanya waktu (10/1) itu saya pulang natalan kmk fakultas. Sebenarnya sore itu saya juga diajakin dolan ke Edu park. Cuman yo waktunya nanggung, soalnya natalannya juga mulai sore-sore gitu. Karena dapat makan, Sebagai anak beriman, saya milih natalan dong. Karena pulangnya kurang malem, terus sebagian yang ikut natalan memilih untuk melanjutkan dengan karaokean. Saya sih ngikut, masih sore ini. Nah, habis karaokean, saya sama Adisti (teman saya yang ikutan karaokean jugak) ngerasa males aja kalo langsung pulang. Jadi, kami memutuskan untuk mampir nongkrong sambil ngemil. Karena saat itu sudah hampir tengah malam, kami sempat bingung mau ke mana. Yang penting searah sama jalan pulang. Akhirnya kami iseng coba-coba ke Kedai IQ. Lokasinya nggak ngalang (kalo dari tempat karaokean yang di seturan menuju rumah Adisti). Bisa dibilang kita tahu tempat ini dari temen yang  pernah check in via path.

Karena waktu nyampe sana udah malem(hampir pagi malah -_-), mas waiternya mengingatkan kalau Kedai IQ tutup jam 2 pagi. Last order jam satu (kalo nggak salah). Padahal sebelum jam satu juga udah pada kukut-kukut gitu... *ceritanya ngusir alus*. Oiya, kedai IQ ini ada smoking area di lantai atas. Waktu itu kita memang lebih milih di atas soalnya ada semacem balkon, jadi bisa sambil ngeliatin luar.

Harga menu-menu di kedai IQ terhitung wajar, cukup terjangkau karena memang kita pesennya yang murah malahan. Yang asik, menu es teh bisa dipesan dengan beberapa ukuran. Kalau memang sedang haus, bisa pesen ukuran paling gede. Waktu itu saya pesan ice lemon tea dan onion ring  .Porsi makanannya juga lumayan kalau buat harga segitu*liat foto struk di atas* *nggak ada pict makanan soalnya*.

Baiklah. Demikian review tempat makan (via blog) pertama saya. Mohon maaf apabila ada salah-salah kata dan mah ngelantur kemana-kemana. Jadi, saya sebenarnya pernah rajin ngeluyurin tempat-tempat makan di Jogjes demi bikin majalah kuliner. Tapi nggak di cetak semuanya. Pankapan pengen bikin postingan tentang majalahnya dehh.. Semoga tidak sekadar semoga. (wacana,-red),

Adios~~



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2