Skip to main content

Harap Tenang, Ada Ujian! ; Kesenjangan dan Prasangka

 
Image captured from here.
Maaf kalo image rationya kurang proporsional :p

     Written and directed by: Ifa Isfansyah

     Cast : ,
     









Sabtu pagi, 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 5,9 SR mengguncang kawasan Yogyakarta. Kebetulan, sepuluh hari lagi akan diadakan ujian nasional bagi murid sekolah dasar. Sebelum gempa terjadi, seorang bocah lelaki (yang seingat saya tidak disebutkan namanya) tengah belajar untuk ujian nasional. Sehabis gempa pun, si bocah tetap lanjut belajar di antara reruntuhan-puing rumahnya.

Penjajahan Jepang terhadap Indonesia di masa silam adalah materi ujian yang tengah dibaca dengan lantang oleh si bocah. Narasi penderitaan akibat serangan Jepang kemudian disandingkan dengan gambaran penderitaan korban gempa Yogyakarta pada 2006 silam. Kemunculan dua oran relawan asal Jepang pun membuat film produksi 2006 ini menjadi kian menarik. Keberadaan bendera putih dengan lingkaran merah di tengah membuat si bocah menyadari keberadaan dua orang Jepang tersebut. Terkenang kejahatan Jepang yang dibacanya di buku sejarah Indonesia, si bocah pun berusaha mati-matian untuk tidak bertemu muka dengan kedua relawan. Namun demikian, pertemuan tetap tidak bisa dihindari, mengingat kedua relawan asal Jepang dan si bocah berada di kawasan yang berdekatan. Didorong oleh prasangka, si bocah pun merasa terancam dan mengusir kedua relawan sembari mengarahkan ketapelnya. Kedua relawan asal Jepang itu pun kemudian meninggalkan kampung si bocah.

Kesenjangan dan prasangka adalah dua hal yang tergambar jelas dalam film ini. Kesenjangan yang dimaksud adalah berupa kesenjangan informasi dan bahasa. Kesenjangan informasi sendiri dapat dilihat dari tingkah polah si bocah yang beranggapan bahwa orang Jepang selalu jahat. Sementara kesenjangan bahasa dapat dilihat dari perbedaan bahasa yang digunakan oleh si bocah dan kedua relawan asal Jepang dimana si bocah mengggunakan bahasa Jawa dan kedua relawan menggunakan bahasa Jepang. Kedua belah pihak pun sama-sama tidak memahami ucapan lawan bicara masing-masing. Kesenjangan inilah yang kemudian menimbulkan prasangka dalam diri si bocah hingga upayanya mengusir kedua relawan dianggap sebagai usaha heroik dalam mengusir penjajah. Kesenjangan dan prasangkan tentu hanyalah sebagian kecil hal yang dapat diinterpretasi dari film ini. Bila tertarik meninterpretasikan sendiri, sila menyaksikan di sini.

Selamat mengnterpretasi :)




Referensi:
http://www.imdb.com/title/tt3778672/fullcredits?ref_=tt_cl_sm#cast 
https://www.youtube.com/watch?v=AzvKBaw7dDk


*Film ini ditayangkan dalam acara Delima sebagai salah satu rangkaian acara HUT BPPM Equilibrium pada tahun 2015. Kebetulan saya ikutan sebagai perwakilan UKM. 

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2