Skip to main content

Segalanya Berubah

Selamat lewat tengah malam pagi, sanak saudara dan handai taulan~
Entah udah berapa lama saya nggak ngisi blog ini dengan aneka macam tulisan yang maha random seperti biasanya. Sebenernya, saya masih nulis sih, cuman nggak diposting di blog ini aja. Belakangan lagi sibuk mencari kesibukan, soalnya. Ora ding.. Aku sibuk tenanan nganti ra sempet jogging barang. Hiks.Padahal kan ono.... Duh, omongan saya jadi ngelantur gini. Maklum, udah lama nggak nyampah macam begini :'). 

Anyway, belum ada sebulan ini saya kembali menginjakkan kaki ke Yogyakarta setelah hampir dua bulan menjalankan tugas sekaligus kewajiban sebagai mahasiswa. Tugas yang mana? Skripsi po?? Oralah.. plis.. Saya baru sampai tahap KKN kok :'). *njuk ketauan angkatan piro*


Biar keliatan KKN, kudu pajang foto pas pake baju KKN.
Maunya nyari foto yang ramean.
Sayangnya saya seringan jadi yang ngefoto, jadi...  ;')

*update*
Akhirnya nemu foto yang ramean.
:)

Well, yang namanya KKN bawa barang-barang seperlunya aja lah ya. Sampai netbook pun sengaja nggak saya bawa. Selain karena konon di lokasi aliran listrik tidak terjamin a.k.a sekadar pake genset, saya udah cukup bawa dua tas berisi barang elektronik. Apa lagi kalau bukan kamera, meskipun kamera satunya punya orang. Siapalah saya ini... cuman tukang angkut kamerak. Terus, pingkan si motor kesayangan, apakabar? Ditinggal di rumah, lah ya~ Dengan harapan sekali-sekali dipake, biar nggak kaget kalo saya pulang. Oiya, pingkan adalah skuter matic merk honda beat yang sudah jadi partner keluyuran saya sejak kelas XI SMA. Sampai sekarang pun saya nggak ikhlas buat ganti. Terlalu banyak hal yang saya lalui sama skuter matic satu-satunya ini. Ya, gimana. Saya sudah sekitar lima kali jatuh bareng sama si motor yang belakangan saya isi pake pertamax terus-terusan ini. *macak sugih*. Kenangan tentang pingkan pun termaktub secara implisit pada postingan saya yang ini dan ini. *bahasanya kok berat, sih, mb? siap nyekripsih, po?? * *dikeplak*

Kebetulan semester ini saya ada kuliah pada hari selasa. Cuman satu mata kuliah sih, dan ngambilnya karena iseng aja. Soalnya nilai saya kosong, padahal saya sudah sempat mengurus ke dosen yang bersangkutan. Yaudah sih, itung-itung liat-liat kampus seminggu sekali. Masih belum kena tarif UKT ini :p. Nah, karena tiba di Jogja pada hari senin, dan hari selasa pagi menjelang siang saya ada kuliah, saya harus kembali siap-tabah- dan tawakal kembali motoran. Menerjang jogjes yang makin hari berasa makin rame. Entahlah, mungkin saya kadung terbiasa dengan Papua yang nggak seberisik Jogja. Daaaan, sialnya... ban motor pingkan ternyata kempes. For the God sake!! Malesin, sumpah~ Begitu ban bocor, terus enggak dipake. Poor, pingkan. Tapi, ya mau bagaimana lagi. Saya terlanjur cuman fasih mengendarai motor matic. Dan, seperti yang saya  bilang tadi. Pingkan adalah satu-satunya motor matic di rumah saya. Jadilah sebelum kuliah perdana saya harus menuntun pingkan sampai ke bengkel terdekat untuk ganti ban dalam bagian belakang . Setelah ganti ban, saya beli pertamax di Pom bensin terdekat. Akantetapi, tarikan pingkan rasanya beda. Agak berat. Entah karena saya yang lama tidak mengendarai motor atau memang pingkan yang keseringan dianggurin alias nggak keurus selama dua bulan. Setelah saya selidiki, ternyata ban bagian depan pun kurang angin. Karena pengisi angin gratisan di pom bensin dekat rumah rusak, saya kembali ke bengkel tempat saya mengganti ban tadi. Ngapain lagi kalau bukan ngisi angin. Sempet ngedumel ajasih. Bete, motor begitu bannya kempes dianggurin. Mbok yo... diapake... Untung bapaknya  yang di bengkel baik. Ngisi anginnya digratisin. Namun demikian, apakah dengan mengisi sepasang ban dengan angin yang cukup lantas membuat pingkan membaik? Tunggu dulu. Tarikan pingkan tep berat, nggak enak dipake. Mana saya masih harus mampir tempat simbah dulu. Akhirnya telat kuliah deh. Tapi, yo piye meneh. 

Sesampainya di rumah, saya curhat sama ibu. Ibu saya bilang, mending di bawa ke tempat servis aja. "Terserah kamu, mau servis di mana. Yang cocok aja," kata ibu. Nggak heran kalau ibu saya menyarankan demikian. Kejadian jatuh bareng pingkan yang lately saya alami sesudah motor saya servis di sebuah tempat servis yang katanya resmi berlisensi itu. Daripada daripada, saya mending ganti tempat servis. Ganti oli sekalian, mengingat saya ingin mengenyahkan oli dari tempat servisan lama. 

Singkat cerita, saya memilih untuk servis di daerah Sagan. Ada benefitnya sih servis di sini. Selain pelayanannya lebih baik, dapet free soft drink, WiFi kenceng pula. Meski antriannya cukup lama, nggak papa lah. Karena saya benar-benar nggak paham motor dan kurang tahu apa yang kira-kira pingkan butuhkan, saya harus menunggu buat konsultasi, khususnya konsultasi biaya.  Jadi saya nggak bisa langsung main tinggal aja.Saya bilang ke masnya kalau tarikan pingkan jadi berat. Setelah lumayan lama menunggu, akhirnya si mas datang membawa rincian biaya yang dibutuhkan. Ganti oli? jelas. Ganti kampas rem? Masih cukuplah duitnya. Lalu, sampailah pada bagian terpenting. Yang bikin tarikan motor berat.Cvt belt  atau "something"  belt  dengan harga limaratus ribuan gitu. Shock breaker juga, kalo nggak salah butuh ganti. Intinya, total bisa habis sampe sejuta. Anjayyy~~ duite sopooo -..-. Akhirnya saya memutuskan untuk membuat skala prioritas ala saya. Liat harga, maksudnya. Ganti oli, jelas perlu. Kampas rem? Sekalian deh. Rem kan vital. Yang lain dipending dulu. Paling tidak tarikan pingkan bisa lebih lumayan, mengingat saya juga masih banyak tanggungan. 

Sesudah urusan servis kelar, saya meluncur ke Fakultas Kehutanan. Demi apa lagi kalau bukan demi laporan KKN. Habis ngerjain, ada wacana mau ke FKY. Tapi, tetep jadi wacana kok :'). Saya pun sempet nebengin Mella salah seorang teman KKN saya. Tapi Mella yang bawa motor, soalnya saya memang suka males boncengin orang :p. Kata Mella, motor saya biasa aja sih. Nggak berat. Mungkin karena Mella nggak biasa pake pingkan, jadi nggak tahu betapa alusnya tarikan pingkan dulu. 

Bicara soal motor, saya tiba-tiba ingat sama simbah kakung. Apa hubungannya? Jadi, pada kunjungan terakhir sebelum KKN, saya mengamati bahwa simbah kakung sudah kian sepuh. Tubuh kian kurus, berjalan makin susah, ingatan makin lemah. Sepulang KKN, saya rasa daya ingat simbah pun makin menurun. Jadi, saya sempat kasih oleh-oleh ke simbah. Di lain hari, bapak saya berkunjung dan simbah menyuguhkan oleh-oleh tersebut pada bapak. "Embuh kuwi seko sopo, (tidak tahu itu dari siapa) "demikian kiranya kata simbah. Yang harus saya sadari di sini adalah, segala sesuatunya berubah, bung. The world is spinning, dude!! Yang bernyawa bisa berubah. Demikian halnya dengan benda yang konon katanya mati dan konon katanya tidak bernyawa macam pingkan, si beat pink kesayangan. Yang namanya barang, udah dipake lima tahun, wajar kalau performanya menurun. Sometimes we just have to accept that.  Intinya, nggak perlu menuntut tarikan pingkan enteng dan mulus seperti semula. Mau servis tiap hari pun pingkan bakal berubah. Yang naikin pingkan pun juga berubah Terserah sih kalau orang mau menganggap saya konyol atau apa. Tapi, menghargai bukan melulu menjadikan benda-benda bernyawa sebagai objeknya, Bukan. Justru dengan menghargai apa yang kebanyakan orang sebut benda mati bisa jadi merupakan bentuk penghargaan kepada yang memberi. Iya. Pingkan kan motor pemberian orang tua saja. Saya mah apa. Saya mah siapa. Belum mampu beli kendaraan sendiri. Meski sebenarnya ibu saya terkadang setengah memaksa saya untuk ganti motor, tapi saya udah terlanjur terbiasa ngeluyur dengan pingkan. Orang motor ibu saya juga nggak ganti-ganti, kok. Impressa mulu dari kapan taun. Bahkan, motor ibu saya bisa dibilang kendaraan bermotor paling tua di rumah saya. Ya sudahlah, anggap saja saya mengikuti jejak ibu. 



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...