"Berangkat dulu ya, bu," ujar Uli pada ibunya sembari setengah berlari terburu-buru. Di tangan kanan Uli terdapat lima helai kertas yang sudah di stapler jadi satu. Kelima helai kertas tersebut kemudian diletakkan di sebuah meja, tepat di sisi kiri tumpukan kertas lain yang lebih tinggi.
"Jangan pulang malem-malem, ya dek. Eling lho...," ibu menyahut. Tak berapa lama terdengar suara saklar lampu dipadamkan, pintu dikunci, dan motor yang menderu. Suasana kamar Uli remang dengan sedikit cahaya yang merembes melalui ventilasi udara. Lima menit berlalu. Sunyi. Hingga kemudian dua tumpukan kertas di meja kamar mulai berbicara.
"Halo. Kamu tulisan mbak Uli yang baru, ya?," ujar tumpukan tebal kertas berisikan jurnal bahan kuliah komunikasi kontemporer berikut review-reviewnya.
"Iya. Aku cerita yang di tulis sama mbak Uli. Kamu juga, kah?," jawab lima helai kertas yang sudah di stapler tadi.
"Hmm... sebenarnya cuma sebagian yang mbak Uli tulis. Kami kumpulan materi kuliah mbak Uli semester ini. Kumpulan jurnal, gitulah. Yang mbak Uli tulis cuman bagian review jurnalnya. Selebihnya tulisan orang lain yang di print." ujar si bahan kuliah.
"Oiya, ceritakan tentang penciptaanmu, dong..," si bahan kuliah kembali berujar pada si lima helai kertas.
"Well, mbak Uli memilihkan judul Kelayapan. Panggil saja demikian, daripada terus-terusan menyebutku sebagai lima helai kertas", ungkap si lima helai kertas tadi. Maka bolehlah kita memanggil si lima helai kertas sebagai Kelayapan.
"Jadi, Kelayapan, bagaimana cerita tentang penciptaanmu?", si bahan kuliah bertanya kembali.
"Kalian tidak ingin menceritakan tentang diri kalian dulu, kah? Aku lihat kalian tercipta bukan di saat yang bersamaan. Maaf bila aku menggunakan kata kalian, ya, bahan kuliah. Kalian memang telah dipersatukan dengan stapler dan penjepit kertas. Namun amatlah kentara kalau kalian pada dasarnya adalah terpisah-pisah. Kalian terdiri dari kumpulan kertas yang tak seragam. Bahkan warna kertas kalian pu berbeda tiap bendelnya. Aku penasaran saja, bukan bermaksud tidak sopan," ungkap Kelayapan.
"Aelah.. Apasih menariknya penciptaan review tulisan oleh mahasiswa yang barusan kelar KKN? Penciptaan kami kurang lebih sama, kok. Kami ditulis sekian jam sebelum waktu pengumpulan tugas mingguan. Biasa, mbak Uli kan orangnya deadliner," kata si bahan kuliah.
"Hmm... Baiklah... Aku akan bercerita," kata Kelayapan. Si bahan kuliah pun bersiap mendengarkan.
"Jadi, aku ditulis demi sebuah lomba cerita pendek. Cerita pendek tentang perjalanan. Di brief lomba, tidak dijabarkan mengenai perjalanan yang dimaksud. Jadi, mbak Uli tentu menafsirkan sendiri apa itu perjalanan. Aku tidak benar-benar ingat permulaan penciptaanku. Yang kungat, pada suatu siang nan terik di sebuah tempat nongkrong langganannya, mbak Uli tengah membuka folder-folder cerita lamanya. Seperti kalian tahu, mbak Uli sebenernya suka nulis. But unfortunately, belakangan dia agak malesan gitu. Pasti kalian tahu kan alasannya apa," Kelayapan pun mulai berceloteh.
"Singkatnya, ide tentang penciptaanku sebagai sosok Kelayapan tercetus di tongkrongan mbak Uli yang buka 24 jam itu. Tapi, penciptaanku tidak sepenuhnya berlangsung di sana. Karena situasi menjadi tidak lagi kondusif, mbak Uli pun memilih pergi. Pergi, bukan pulang. Padahal siang sedang terik-teriknya. Tapi, ya, mau bagaimana lagi. Mbak Uli sudah terlanjur ada janji mengikuti sebuah acara. Jadi, penciptaanku pun belum tuntas," Kelayapan lanjut bercerita.
"Lantas, pada akhirnya, bagaimana dan di mana akhirnya kamu bisa tercipta secara utuh?" si bahan kuliah penasaran.
"Sesungguhnya kita sama-sama tercipta pada saat-saat genting. Sama-sama mepet dateline...Mbak Uli mungkin sedang dikutuk, atau memang butuh situasi mendesak agar termotivasi untuk menyelesaikan penciptaanku. Singkatnya begini. Pada hari dimana aku resmi tercipta secara utuh, mbak Uli tertimpa musibah. Mbak Uli dikutuk! " Kelayapan bercerita lebih lanjut.
"Hussh.. omonganmu, ngawur!" si bahan kuliah memotong cerita Kelayapan.
"Orang Mbak Uli sendiri yang bilang. Sampai-sampai dia posting di path-nya," Kelayapan membela diri.
"Tapi, kalau nggak kena musibah mungkin penciptaanku tidak akan kunjung usai," ujar kelayapan mengakhiri ceritanya.
"Hussh.. omonganmu, ngawur!" si bahan kuliah memotong cerita Kelayapan.
"Orang Mbak Uli sendiri yang bilang. Sampai-sampai dia posting di path-nya," Kelayapan membela diri.
Gue dikutuk.. |
Comments
Post a Comment