![]() |
photo source |
"Dek, nanti bisa ikut kondangan, kan? Di Wisma Kagama, lho," ujar ibu pagi itu. Cuaca tampak kelabu berdebu, seakan mendung. Abu kelud yang menyembur terbawa angin hingga ke kotaku.
"Jam berapa? Aku mau rapat tema," sahutku. Memang beginilah rutinitasku tiap sabtu pagi. Bahkan jalanan yang berselimut abu dan sebelah mataku yang kelilipan debu kurasa bukan alasan yang cukup untuk mangkir dari rutinitas tersebut. Alasannya sepele. Ada yang tengah menungguku.
"Sore kok. Hujan abu begini mau jauh-jauh ke kampus? Mbok nggak usah aja," ibuku menanggapi. Aku tahu beliau pasti khawatir putrinya berkendara dengan kondisi jalan yang embuh.
"Aku ditunggu, soalnya. Nggak papa. lah. Sekalian liat-liat. Nanti aku balik kok, bisa ikut kondangan," sahutku. Tak berapa lama, aku memacu skuter matic warna merah jambu. Benar saja. Jalanan tampak buram penuh debu. Pun aku tak berani memacu motorku terlalu laju. Aku harus tiba di tujuan, jadi jangan sampai kenapa-kenapa di jalan. Aku sedang ditunggu.
Tak terasa aku sudah memasuki kawasan kampus. Tampak abu tebal menyelimuti jalanan beraspal. Segalanya tampak kelabu, seperti foto-foto pada masa lalu. Grayscale? Bw? Apapunlah itu. Yang jelas, dahan-dahan pohon harus menyangga beban lebih. Bukan tak mungkin mereka bisa tumbang sewaktu-waktu.
Kawasan kampus tampak sepi. Tak banyak satpam berjaga. Hanya satu-dua orang yang berupaya menyiram tumpukan abu dengan bantuan selang, meski tak berapa lama abu akan kembali menutupi. Bahkan portal pun kosong, tanpa ada yang menunggu. Lagipula, siapa sih yang hujan-hujan abu begini mau keluar rumah? Mungkin hanya aku, dan mereka yang tengah menunggu.
*Cerita
Comments
Post a Comment