Skip to main content

Kembali ke Jalan yang Benar

"Kamu mau jadi jurnalis, cik?" kata seorang teman saya pada suatu masa. Pertanyaan yang entah kenapa menimbulkan kesan pernyataan. Imej jurnalis di mata saya adalah sosok yang setrong, tangguh, tabah, dan tawakal dalam menghadapi segala bentuk ketidakpastian. Selain itu, jurnalis juga sosok yang tahu tujuan. Untuk urusan tangguh, tabah, dan tawakal dalam menghadapi segala bentuk ketidakpastian, bisa jadi saya sesuai kriteria. Akantetapi, untuk urusan tahu tujuan, entahlah. Saya orangnya literally suka kesasar soalnya. Saya sudah buat menghapal jalan menuju suatu tempat. Ehehehe.

 Ingatan saya meluncur pada masa di mana saya menjadi mahasiswa semester tiga, atau sekitar lima semester yang lalu. Kala itu saya tengah menjalankan wawancara sebagai  salah satu proses seleksi Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang bergerak di bidang jurnalistik. Iya, saya baru mendaftar pada tahun kedua sebagai mahasiswa. Hal ini bukan tanpa alasan. Pada tahun sebelumnya saya sempat berproses di dua UKM lain, namun tidak berlanjut karena kurang mendapat dukungan dari sekitar. Mungkin memang sudah jalan hidup saya untuk menjalankan tahun kedua perkuliahan secara lebih bermanfaat. Ketika tes wawancara dulu, memang unsur manfaat mendominasi jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saya. Manfaat bagi saya serta manfaat bagi pembaca. Pernah suatu ketika, ada seorang embak-embak yang mendatangi sekretariat UKM saya  karena apa yang pernah saya tulis. Rupanya si embak tengah mencari oleh-oleh khas Jogja yang tidak biasa. Entah kenapa, si embak tersesat pada tulisan saya yang dimuat di website persma saya. Piye perasaanmu? Sepele? Iyasih. Akantetapi hal-hal sepele macam ini yang menyemangati saya untuk tetap berkontribusi. Meski tak dipungkiri saya juga pernah mengalami fase malesan dan malesin. Namun, selalu ada waktu untuk kembali, bukan? Kembali ke jalan yang benar, maksud saya. Sejujurnya, masih banyak pengalaman-pengalaman yang pastinya hanya akan saya alami karena keikutsertaan saya di persma berbasis komunitas ini. Yang jelas, sekarang saya sudah harus pada masa menghidupi, bukan lagi mencari hidup.





Selamat hari pers nasional!

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...