Aku tak ingat apakah sepasang mata itu milikmu atau
bukan. Aku tak tahu persis sejak kapan
sepasang mata itu kembali membuatku mengenang. Karena aku tak yakin sepasang
mata yang kulihat itu matamu atau bukan, perkenankanlah aku menceritakan
sepasang mata yang tetiba ingin ku kenang itu.
Perlu kamu tahu,entah sudah berapa juta pasang mata manusia
yang pernah coba kubaca. Kali ini, kita hanya akan membicarakan tentang mata
manusia saja. Kalau yang bukan manusia juga masuk hitungan, pastilah hitung-hitungannya
berlipat-ganda. Mata yang langsung menghindar malu-malu ketika mataku mencoba
mengajak bertemu. Mata yang melirik ke samping ketika sang empunya berniat menipu. Mata yang menyimpan dendam dan ambisi tersembunyi
tiap kali menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terlontar. Sepasang mata itu beda,
meski aku mengakui bahwa aku belum pernah menemui manusia dengan sorot mata
yang persis sama. Caranya menatap dunia benar-benar menarik, setidaknya bagi
sepasang mataku yang dengan seenaknya memutuskan untuk mengenang sepasang
matanya saja. Hanya sepasang mata,
dipayungi alis yang juga sepasang. Alis
yang entah tipis, entah lebat. Entah kecokelatan,
entah hitam kelam. Aku bahkan tak bisa memutuskan bentuk hidung seperti apa yang
terpahat memanjang di antara keduanya. Demikian halnya dengan bibir yang
terus-menerus meminta penjelasan. Adakah kumis tipis yang memayungi bibir seperti
alis memayungi mata dari kucuran keringat yang menderas karena panas?
Sepasang mata itu pertama kali beradu dengan tatapku
sekitar dua tahun lalu. Ketika itu aku masih merupakan mahasiswa tahun kedua
dan tengah menjaga salah satu stand unit
kegiatan mahasiswa. Tak terhitung sudah berapa banyak orang yang melintas dan
bertanya macam-macam hal. Dari sekian penanya, entah kenapa sepasang mata itu
tiba-tiba mampir. Sepasang mata yang benar-benar sepasang. Menempel pada satu
kepala, tanpa pendamping di samping. Sepasang mata yang seenaknya mencuri
sepasang mataku, untuk kemudian kehilangan kuasa untuk mengalihkan pandangan dan berusaha
merekam hal lain mengenai sang pemilik sepasang mata.
Biar kujabarkan mengenai sepasang mata itu. Siapa tahu
sepasang mata itu memang milikmu, atau pernah menjadi milikmu. Bukankah sorot
mata turut tumbuh, berkembang, dan berubah seiring dengan berjalannya waktu? Sepasang mata itu sepintas
mengingatkanku pada mata kucing yang penuh rasa ingin tahu. Kucing kecil dengan rasa ngin tahu yang
besar. Kalau boleh jujur, aku lebih menyukai anjing daripada kucing. Aku bisa
berteriak girang manakala ada segerombolan anak anjing yang berlari ke arahku.
Tapi, bukan berarti aku tidak bisa mencintai kucing, bukan? Aku terkadang heran.
Mengapa manusia gemar mengkategorikan manusia-manusia lain. Cat person, dog person.
Selain menyerupai mata kucing, hal lain yang ku ingat
tentang sepasang mata itu adalah sorotannya yang tampak jujur dan bening. Beningnya
kecokelatan, kian kentara ditimpa seberkas sinar matahari yang merembes
dari arah samping ketika tengah hari lewat. Sorot mata yang membuat waktu
berjalan lama sehingga mataku sanggup mengenang sepasang mata dan menjadikannya
abadi. Bahkan sesaat telingaku menjadi tuli, meski samar-samar kuingat apa yang
ditanyakan oleh sang pemilik sepasang mata.
Aku tak sanggup lagi mengenang untuk memutuskan, sepasang mata itu milikmu
atau bukan. Bila milikmu, lebih baik kau congkel saja.
Comments
Post a Comment