Skip to main content

Alasanku Ingin Menguasai Dunia


Tempo hari, aku diwawancarai oleh seseorang perempuan bernama Miranda mengenai bagaimana rasanya pacaran dengan seorang pahlawan super. Kalau kalian penasaran apa jawabanku padanya, silakan cari tahun sendiri di sini, lalu lanjut ke sini. Aku tidak akan mengulangi apa yang kututurkan dalam wawancara itu secara persis. Aku akan bercerita berdasar versiku sendiri karena... Kalian tahu, lah. Tulisan-tulisan di media biasanya berupa penafsiran dari penulisnya yang dirangkum sedemikian rupa. Maklum, jumlah karakternya kerap kali dibatasi. Apalagi harus ada ruang khusus untuk iklan. Bukannya aku tidak percaya dengan media zaman sekarang, tapi aku terkadang suka menafsirkan diriku sendiri.

Sebelumnya, aku tidak akan memperkenalkan nama asliku. Aku rasa alasanku cukup logis dan jelas: orang-orang yang dekat dengan pahlawan super biasanya kerap jadi umpan. Jadi, adegan-adegan yang kerap muncul di komik, serial televisi, maupun film mengenai pahlawan super aku akui ada benarnya. Si pahlawan super akan dihadapkan pada dua pilihan: menyelamatkan umat manusia, atau menyelamatkan si kesayangan? Piye perasaanmu kalau begitu? Maksudku, aku sadar bahwa aku tidak boleh egois dan harus mendahulukan kepentingan khalayak ramai, padahal keselamatan diriku sendiri terancam. Sebetulnya aku lumayan bisa membela diri. Tapi, aku bukan manusia super, boskuhh. Sempat terpikir untuk pegat wae piye? (pisah saja, bagaimana?). Tapi, aku rasa aku punya solusi yang lebih baik. Solusi yang belum kupaparkan pada Miranda waktu wawancara karena seketika dia memandangku dengan cara yang aneh ketika aku bilang bahwa aku ingin menguasai dunia.

Well, menguasai dunia memang kerap diucapkan oleh para penjahat super. Super sekali, memang. Tapi, harus kuakui, menguasai dunia bukanlah ide yang buruk. Toh tujuanku adakah membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik bagi seluruh penghuninya.  Intinya dunia yang aman, tenteram, damai, dan sentosa. Lebih ideal. Dengan demikian, doi tidak akan terlalu sibuk menyelamatkan penghuni dunia. Aku tidak khawatir bila si pahlawan super yang kupacari itu akan kehilangan mata pencaharian. Kekuatan supernya tidak sekadar membuatnya handal mengadu otot. Karena memang isi kepalanyalah yang membuatku kesengsem dulu.

Oiya, aku rasa dunia idealku butuh nama. Bagaimana kalau... Dunia khayalan.

Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...