Skip to main content

Kembali Ke Venus (2)

(cerita sebelumnya)



"Kamu kira selama ini mama apa yang mama lakukan di bidang komputer? Sekadar memasarkan? Tentu tidak, sayang. Otak mama mampu mengerjakan lebih dari sekadar jual-beli!" tegas mama, meski masih terdengar kelembutan dalam hentakan suaranya.


"Maksud mama?" tanyaku demi memastikan asumsi-asumsi yang kadung melintas di kepala.

"Mama turut serta menciptakan perangkat komputer yang akan membawa mama melesat menuju ruang angkasa, lantas kembali ke planet asal mama. Ah, bukan itu yang perlu kita bicarakan untuk saat ini. Intinya begini, sayang. Persoalan ini sebetulnya sudah berlangsung lama, berlarut-larut. Mama dan teman-teman mama sudah sering membahas persoalan ini ketika rapat rutin berkedok arisan. Kami: makhluk-mahkluk dari planet Venus merasa sudah saatnya kami kembali ke planet asal kami. Selain itu, mama ingin kamu ikut bersama mama," pintanya. Aku makin kalut. Aku kira rencana perpisahan mama tak lebih dari sekadar perceraian, seperti yang biasa aku dengar dari akun-akun gosip di linimasa.

"Ma... tolong pertimbangkan lagi. Sekolahku nanti bagaimana? Nasib Joni bagaimana? Sebentar, jangan bilang papa juga akan kembali ke planet asalnya? Apakah papa juga bukan berasal dari planet yang tengah kita pijak ini?" aku meracau, kali ini jauh lebih kacau dari pemilik balon hijau yang meletus pada lagu 'balonku ada lima'. Bayangkan saja apabila kelima balon di tanganku meletus semua. Sekacau itu mungkin kira-kira.

"Sudahlah, sayang. Ikhlaskan saja. Lain kali kita bisa cari waktu untuk membicarakan hal ini lagi. Bersama papa dan Joni, tentunya" bujuk mama. Jemarinya membelai kepalaku perlahan.

"Lantas, mengapa mama dan pada dulu memutuskan untuk menikah?" tuntutku. Diam-diam aku berharap mama menemukan kembali kepingan-kepingan kenangan indahnya tentang papa. Kenangan-kenangan egois yang tak sekalipun pernah terlontar ke udara dan hinggap di telinga-telinga siapa saja. Aku tak perlu tahu rinciannya. Aku hanya ingin mama mengingatnya, karena apabila aku tidak salah menerka, mama dan papa dulu menikah muda.






Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. ...

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

Pepe

Sore tadi, demi mengerjakan tugas, saya pergi ke kantor pos pusat di kawasan malioboro bersama wiwin, revul, dan azan. Niat awal kami memang untuk melengkapi tugas, tapi sayang customer service nya tutup jam tiga sore, dan kami baru tiba sekitar jam empat. Karena memang tidak mau rugi sudah sampai di sekitaran malioboro, kami memutuskan untuk jalan-jalan. Pada mulanya kami bingung mau kemana, tapi kemudian kami memutuskan untuk pergi ke mirota batik.  Di perjalanan, tepatnya di daerah sekitar benteng vredeburg, kami menemukan banyak pedagang yang menggelar lapaknya di trotoar. Kebanyakan merupakan ibu-ibu penjual sate limaribuan. Beberapa saat kemudian ada orang yang berkata bahwa ada satpol pp. Beberapa pedagang buru-buru membereskan dagangannya. Saya mencari petugas yang dimaksud, namun saya tidak bisa menemukannya. Jadilah kami melanjutkan perjalanan ke mirota. Sepulang dari mirota batik, kami kembali melewati jalan yang sama dan mampir untuk membeli wedang ronde. Kali ini ...