(cerita sebelumnya)
"Kamu kira selama ini mama apa yang mama lakukan di bidang komputer? Sekadar memasarkan? Tentu tidak, sayang. Otak mama mampu mengerjakan lebih dari sekadar jual-beli!" tegas mama, meski masih terdengar kelembutan dalam hentakan suaranya.
"Maksud mama?" tanyaku demi memastikan asumsi-asumsi yang kadung melintas di kepala.
"Mama turut serta menciptakan perangkat komputer yang akan membawa mama melesat menuju ruang angkasa, lantas kembali ke planet asal mama. Ah, bukan itu yang perlu kita bicarakan untuk saat ini. Intinya begini, sayang. Persoalan ini sebetulnya sudah berlangsung lama, berlarut-larut. Mama dan teman-teman mama sudah sering membahas persoalan ini ketika rapat rutin berkedok arisan. Kami: makhluk-mahkluk dari planet Venus merasa sudah saatnya kami kembali ke planet asal kami. Selain itu, mama ingin kamu ikut bersama mama," pintanya. Aku makin kalut. Aku kira rencana perpisahan mama tak lebih dari sekadar perceraian, seperti yang biasa aku dengar dari akun-akun gosip di linimasa.
"Ma... tolong pertimbangkan lagi. Sekolahku nanti bagaimana? Nasib Joni bagaimana? Sebentar, jangan bilang papa juga akan kembali ke planet asalnya? Apakah papa juga bukan berasal dari planet yang tengah kita pijak ini?" aku meracau, kali ini jauh lebih kacau dari pemilik balon hijau yang meletus pada lagu 'balonku ada lima'. Bayangkan saja apabila kelima balon di tanganku meletus semua. Sekacau itu mungkin kira-kira.
"Sudahlah, sayang. Ikhlaskan saja. Lain kali kita bisa cari waktu untuk membicarakan hal ini lagi. Bersama papa dan Joni, tentunya" bujuk mama. Jemarinya membelai kepalaku perlahan.
"Lantas, mengapa mama dan pada dulu memutuskan untuk menikah?" tuntutku. Diam-diam aku berharap mama menemukan kembali kepingan-kepingan kenangan indahnya tentang papa. Kenangan-kenangan egois yang tak sekalipun pernah terlontar ke udara dan hinggap di telinga-telinga siapa saja. Aku tak perlu tahu rinciannya. Aku hanya ingin mama mengingatnya, karena apabila aku tidak salah menerka, mama dan papa dulu menikah muda.
"Kamu kira selama ini mama apa yang mama lakukan di bidang komputer? Sekadar memasarkan? Tentu tidak, sayang. Otak mama mampu mengerjakan lebih dari sekadar jual-beli!" tegas mama, meski masih terdengar kelembutan dalam hentakan suaranya.
"Maksud mama?" tanyaku demi memastikan asumsi-asumsi yang kadung melintas di kepala.
"Mama turut serta menciptakan perangkat komputer yang akan membawa mama melesat menuju ruang angkasa, lantas kembali ke planet asal mama. Ah, bukan itu yang perlu kita bicarakan untuk saat ini. Intinya begini, sayang. Persoalan ini sebetulnya sudah berlangsung lama, berlarut-larut. Mama dan teman-teman mama sudah sering membahas persoalan ini ketika rapat rutin berkedok arisan. Kami: makhluk-mahkluk dari planet Venus merasa sudah saatnya kami kembali ke planet asal kami. Selain itu, mama ingin kamu ikut bersama mama," pintanya. Aku makin kalut. Aku kira rencana perpisahan mama tak lebih dari sekadar perceraian, seperti yang biasa aku dengar dari akun-akun gosip di linimasa.
"Ma... tolong pertimbangkan lagi. Sekolahku nanti bagaimana? Nasib Joni bagaimana? Sebentar, jangan bilang papa juga akan kembali ke planet asalnya? Apakah papa juga bukan berasal dari planet yang tengah kita pijak ini?" aku meracau, kali ini jauh lebih kacau dari pemilik balon hijau yang meletus pada lagu 'balonku ada lima'. Bayangkan saja apabila kelima balon di tanganku meletus semua. Sekacau itu mungkin kira-kira.
"Sudahlah, sayang. Ikhlaskan saja. Lain kali kita bisa cari waktu untuk membicarakan hal ini lagi. Bersama papa dan Joni, tentunya" bujuk mama. Jemarinya membelai kepalaku perlahan.
"Lantas, mengapa mama dan pada dulu memutuskan untuk menikah?" tuntutku. Diam-diam aku berharap mama menemukan kembali kepingan-kepingan kenangan indahnya tentang papa. Kenangan-kenangan egois yang tak sekalipun pernah terlontar ke udara dan hinggap di telinga-telinga siapa saja. Aku tak perlu tahu rinciannya. Aku hanya ingin mama mengingatnya, karena apabila aku tidak salah menerka, mama dan papa dulu menikah muda.
Comments
Post a Comment