Perkenalkan, namaku Bumi. Aku adalah adik perempuan dari seorang alumni Fakultas Ketuhanan bernama Joni. Iya, kalian tidak salah membaca nama fakultasnya. Kakak lelakiku itu memang menempuh perkuliahan di fakultas bersemboyan 'Yang Maha Esa' serta menjunjung tinggi poin kedua pada dasadharma pramuka yang berbunyi 'cinta alam dan kasih sayang sesama manusia'. Joni kini mengelola sebuah kedai kopi bersama teman-teman sesama alumni fakultas Ketuhanan. Tentu usai melewati fase berdamai dengan ideologinya sendiri dan penolakan dalam diri untuk terus bergantung pada kedua orangtua kami. Sementara aku masih duduk di bangku SMA, meski orang-orang yang baru mengenalku cenderung mengira aku lebih dewasa.
Sejak kecil, aku memang tertarik, bahkan sedikit terobsesi dengan hal-hal yang berkaitan dengan ruang angkasa. Di usiaku yang belum genap tujuhbelas ini, aku menyadari betapa besarnya kuasa semesta. Aku juga lumayan menaruh minat terhadap isu-isu mengenai alien dan sebangsanya, lantaran Joni kerap memutarkan lagu berjudul alien milik Navicula. Belakangan aku paham, representasi alien di lagu tersebut sedikit melenceng dari imajinasiku. Tapi, siapa peduli. Aku terlanjur tertarik dengan hal-hal yang penuh teka-teki.
Sebetulnya, Joni bukan orang pertama yang menjejali isi kepalaku dengan hal-hal mengenai semesta maupun ruang angkasa. Aku rasa mamaku adalah orang yang paling bertanggung jawab mengenai isi kepalaku sejak dini. Setiap malam, mama selalu mengantarku ke alam mimpi dengan cerita sebelum tidur versinya. Cerita-cerita yang aku rasa sebagian terinspirasi dari kisah nyata dengan semesta dan ruang angkasa sebagai latarnya. Lagipula, sebagai seorang bocah, aku tidak terlalu ambil pusing apakah itu cerita fiksi ataupun kisah nyata. Keduanya membaur menjadi sebuah cerita paling tidak berhasil membuatku terlelap dan menyelubungi mimpi-mimpiku dengan petualangan.
Alangkah lebih baik apabila aku memperkenalkan juga mamaku. Namanya Venus: sama seperti nama salah satu planet yang setahuku masih diakui sebagai bagian dari tata surya umat manusia hingga kini. Planet yang berdasarkan buku-buku IPA (yang kupelajari waktu sekolah dasar, tentunya) menempati urutan kedua berdasar jarak terdekat dengan matahari. Venus bekerja di bagian pemasaran komputer dan tetek-bengeknya, setidaknya begitu yang kupahami, hingga suatu kali mama mengajakku bicara empat mata, tanpa Joni dan tanpa papa. Meski setelah kuhitung-hitung, pembicaraan kami tidak bisa dibilang empat mata lantaran konon mamaku punya mata ketiga.
"Nak... Mama rasa kamu sudah cukup besar untuk membicarakan hal ini..." ujar mama. Mama sengaja mengajakku ke sebuah pantai berbatu karang, dan baru bicara padaku manakala dini hari menjelang. Katanya supaya aku merasa segar dan bisa berpikiran lebih jernih, meski rasaku itu hanya akal-akalan mama agar Joni dan Papa tidak terlibat dalam pembicaraan ini.
"Iya, ma? Ada apa?" tanyaku sembari mencoba menerka betapa luas kemungkinan-kemungkinan yang diciptakan oleh semesta.
"Mama tahu ini bukan perkara mudah. Mama dan papa mau pisah..." lanjutnya tanpa banyak basa-basi.
"Kenapa begitu mendadak, Ma?" tuntutku. Bukankah adalah normal seorang anak mempertanyakan hal-hal macam itu? Terlebih, aku masih sekolah. Tak seperti Joni yang jauh lebih mandiri. Maksudku, bagaimana nasibku nanti? Haruskah aku ikut mama? Atau justru lebih baik aku tinggal bersama Joni saja, supaya terdengar lebih adil? Tapi... malah aku rasa Joni yang akan repot nantinya.
"Sebetulnya begini. Ini bukan perkara mudah. Mama hanya... Hmm... Bagaimana cara mengatakannya, ya? Mama cuma mau kembali ke akidah. Segalanya tidak berjalan sebagaimana mestinya di sini. Mama muak, sayang. Mama mau kembali ke planet asal mama saja..." cerocosnya.
"Mama jangan konyol. Bagaimana cara mama untuk menjelajah ke ruang angkasa?" tanyaku dengan hati yang kacau, sekacau pemilik balon hijau yang meletus dan berbunyi 'dor' dalam lagu balonku ada lima.
"Kamu kira selama ini mama apa yang mama lakukan di bidang komputer? Sekadar memasarkan? Tentu tidak, sayang. Otak mama mampu mengerjakan lebih dari sekadar jual-beli!" tegas mama.
Comments
Post a Comment