Waktu ibadah telah usai ditandai kumandang lagu penutup. Bunda melangkah
ringan menuju ruangan tempat Alerta
mengikuti sekolah Minggu. Pintu ruangan dan jendela-jendela berukuran besar sengaja
dibiarkan terbuka agar udara pagi nan segar dapat masuk dengan leluasa. Bunda
melongok melalui jendela. Di dalam ruangan berkarpet merah, tampak anak-anak
masih berdoa dengan mata terpejam, kecuali Alerta. Sepasang matanya yang bulat
tampak menyapu seisi ruangan, mengamati wajah-wajah khusyuk menunduk dengan
mulut komat-kamit. Alerta sempat melihat Bunda sepintas, yang lantas melambai
sembari menempelkan jari telunjuk kanan di depan bibir.
“Sshhh... Berdoa dulu,” desis Bunda dengan gerak bibir yang jelas namun
nyaris tanpa suara.
Pengucapan ‘amin’ yang serentak menandai akhir dari sekolah Minggu kali
ini. Anak-anak tampak tak sabar untuk lekas keluar menghambur pada orangtua
masing-masing untuk meminta recehan dan membeli makanan ringan. Sebagian anak
bahkan langsung menuju ke parkiran tempat aneka macam makanan dijajakan. Alerta
menginjak sepatunya secara asal-asalan, kemudian berjinjit ke arah Bunda.
“Halo, sayang. Tadi ngapain aja kamu?" sambut Bunda.
"Tadi kita mendengarkan cerita, Bunda," sahut Alerta.
"Oh ya? Cerita tentang apa, sayang?"
"Cerita tentang anak kecil yang bercita-cita untuk menjadi pencerita," jawab Alerta. Bunda menyimpan heran dalam gumam. Bukankah terlalu dini untuk membicarakan cita-cita pada anak sebaya Alerta?
Comments
Post a Comment