Skip to main content

Prediksi


Sumber: tahilalats
“Ta, elo kenapa?” tanyamu ketika bertemu Alerta di lorong fakultas. Ia berjalan tertatih-tatih dengan ekspresi wajah menahan perih.

“Gue habis bungee jumping sama trotoar,” seloroh Alerta sambil meringis.

“Yaelah, seriusan. Itu kaki kenapa bonyok begitu? Kena begal lagi? Siang siang begini?,” semburmu.

“Tadi ngerem di tikungan, gara-gara ada ibu-ibu belok sembarangan. Lagian, kasih tanda belok kiri, taunya lurus-lurus aja.”

“Elo yang nabrak, atau ibu-ibunya?”

“Gue yang hampir nabrak, tapi berhasil menghindar. Malah kena trotoar...”

“Terus, ibu-ibunya?”

“Ya... Sempat berhenti sebentar. Malah gue yang diomelin duluan. Apa salah hamba?”

“Demi... Tapi memang kadang-kadang siapa yang berani ngomel duluan, justru yang bakal menang.”

“Masalahnya, gue jadi inget nyokap. Doi pernah bilang kalau gue ngedumel liat ibu-ibu bawa motor sembarangan. Dikata kita lahir dari bongkahan batu, macam kera sakti, gitu?”

“Tapi, elo sadar nggak kalo... kita bakalan jadi ibu-ibu juga?"


Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2