(sebelumnya)
"Alerta sudah pernah ikut sekolah Minggu?" tanya si biarawati manakala kaki mereka telah menginjak karpet merah. Pertanyaannya lantas disambut gelengan kepala Alerta.
"Belum sus. Tapi... ini sekolah? Hari Minggu katanya untuk istirahat?" tanya Alerta polos.
"Alerta di sekolah biasanya belajar apa?"
"Macam-macam. Menulis, membaca, berhitung. Aku sudah lancar, kok. Soalnya Bunda juga ngajarin kalau di rumah." ungkap Alerta dengan bangga. Ia memang dikenal mahir ketiga hal tadi: menulis, membaca, dan berhitung. Manakala guru di sekolahnya mendikte soal ulangan, Alerta dapat dengan tangkas menyalinnya dalam bentuk tulisan tangan.
"Kalau di sekolah Minggu, kita belajar sambil bermain sambil nyanyi bareng-bareng."
"Tapi, Bunda pernah bilang kalau aku sudah besar. Harusnya aku tidak boleh keseringan main-main."
"Lho, tadi katanya hari Minggu buat istirahat?" si biarawati mengulum senyum.
"Sudah, lebih baik kenalan dulu sama teman-teman," imbuh si biarawati.
Alerta pun menyalami seluruh anak di ruangan itu satu persatu laiknya ritual salam-salaman sewaktu lebaran. Ada pula beberapa ibu-ibu muda yang turut mendampingi anak-anaknya. Mereka lantas duduk melingkar dan bernyanyi riang disertai gerakan-gerakan.
Belasan menit berlalu, si lelaki tua turut bergabung . Di tangannya terdapat buku cerita besar dengan gambar-gambar berwarna yang langsung menarik perhatian anak-anak dalam ruangan. Si lelaki tua membacakan cerita layaknya pemain sandiwara. Meski membaca seorang diri, masing-masing tokoh yang ia suarakan seakan berbicara atas nama peran masing-masing. Seluruh orang dalam ruangan seakan tersihir. Alerta pun terkesima. Sepasang matanya memandang lekat si lelaki tua, menghayati setiap tutur kata yang terlontar. Cerita pengantar tidur yang dikisahkan Bunda setiap malam seakan tak ada apa-apanya. Kali ini, Alerta tak merasa cukup puas sekadar mampu membaca, menulis, dan berhitung. Alerta juga ingin piawai dalam bercerita, seperti si lelaki tua.
Comments
Post a Comment