Skip to main content

Sebelum Sambat Soal Harga Secangkir Kopimu, Perhatikan Hal-hal Ini


"Kamu kaya, ya? Ke koffisyop situ melulu. Kan mahal"

"Kamu kerja di S***sa, kan?"

"Ngakunya miskin, kok tiap hari ke koffisyop!"

Selamat pagi-siang-petang-senja-sore-malam-subuh, sanak saudara dan handai taulan sekalian!
Belum lama ini saya iseng-iseng bikin voting di instagram yang kurang lebih begini bentuknya:

Coba tebak ini di mana?
:p
Saya mengakui bahwa saya termasuk orang yang cukup sering nongkrong di koffisyop, baik dewean atau bersama teman. Bahkan pernah dalam satu minggu penuh, saya nongkrong di salah satu koffisyop langganan (kecuali kalau pas tutup). Saya cukup sadar jika ada potensi orang-orang di seberang sana (yang hanya memantau kondisi saya via linimasa) cenderung menganggap saya: sok sugih, ngopi terus padahal kerjo wae durung, cuma menghabiskan duit dari orang tua, boros, dan fafifu lainnya. Ini asumsi saya, sih. Tapi saya yakin ada yang begini kok, meski cuma disimpan dalam hati :))

Secara pribadi, saya punya beberapa pertimbangan untuk rajin berkunjung ke koffisyop kesayangan. Pertimbangan yang bagi saya sebanding dengan harga secangkir kopi atau minuman lainnya yang kamu bilang mahal itu. Mungkin sepintas mirip sama postingan lama saya tentang "enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong.  Tapi, postingan ini  saya update dengan menautkan beberapa akun instagram atau social media terkait. Penasaran ngga? Kalo engga, gapapa sih~~ Sakarepmuhhh 💗💗

1. Jam Operasional

Peacock Palagan
Saya pernah ada pada fase ketika koffisyop jadi rumah ke dua saya. Padahal saya ngga punya rumah  :(. Ada kalanya saya butuh tempat yang senantiasa selalu ada ketika saya bingung mau ke mana. Tempat yang membuat saya tetap produktif, khususnya untuk menulis apapun. Baik tulisan yang sekadar iseng atau dibayar. Tempat yang bisa saya singgahi ketika usai nonton konser dan jam sudah mendekati tengah malam sehingga saya khawatir dibegal kalau memaksakan diri untuk pulang. Jawabannya? Koffisyop 24 jam! Namanya juga buka 24 jam. Ngga perlu kawatir "diusir halus" gitu, jadinya. Kalau di jogja, ada dua rekomendasi koffisyop 24 jam yang cukup nyaman buat saya yaitu Peacock dan Le travail. Harga minuman rata-rata 20an ke atas dan langsung bayar di kasir waktu pesan. Mahal? Buat saya wajar. Namanya juga bukak 24 jam.

2. Lokasi

-Janji Jhonny-


SUA Coffee


"Cik, ada tempat ngopi enak. Tapi di Bantul."
"Ada robusta ngga, mba?"
"Ada kok~ Tapi bukanya sore."


Kadang kala, ada koffisyop yang lokasinya jauh tapi kopi dan menu-menu lainnya enak plus harganya bersahabat, tapi baru buka sore. Buat saya bukan masalah, asal yang diajakin hengot obrolannya nyambung. Ada juga yang tempatnya dekat dengan keramaian atau pusat kota tapi tidak berisik. Jadi cukup kondusif untuk menulis. Lokasi juga menentukan harga kopi yang kamu minum, boskuhh~ Kalau tempatnya memang mudah di jangkau alias dekat dengan pusat kota, wajar dong kalau lebih mahal dikit. Kalau mau yang murah dan dekat, coba mbribik barista atau yang punya koffisyop aja. Bisa dapat diskon, mungkin :))

3. Fasilitas

FlaFla Milkshakes

"Aku tuh ngga bisa ngerjain kalau ngga di tempat yang ada AC-nya"
"Wi-Finya lancar ngga, beb?"
"Toiletnya bersih?"


Hmm... Sebetulnya banyak koffisyop yang menyediakan ruang berAC. Tapi, kali ini saya kasih rekomendasi yang bukan koffisyop tapi cukup adem, boleh? Anggap saja boleh, yha. Tiap kali servis motor di kawasan Sagan, saya suka mampir  ke FlaFla Milkshakes , soalnya tinggal jalan kaki. Harganya belasan ribu dengan ruangan yang cukup tenang dan berAC, meski tidak terlalu besar. Lumayan daripada bosan menunggu di servisan. Btw, kalau kamu menuntut tempat enak, koneksi lancar, dan fasilitas lengkap, jangan sambat soal harga, yha~ Apalagi minuman espresso based yang bikinnya pake mesin. 


4. Selera 

Cilikan Tea & Milk-based


saorsakopi

Raya’s kitchen & coffee

 


"Tempatnya enak, sih. Buka dari pagi. Baristanya ganteng ramah. Tapi minumannya kemanisan :("


"Aku pengen makan gorengan, nih..."


"Pudding enak, kayaknya"


Semenjak membatasi (atau bahkan menghindari) asupan gula dalam minuman, lidah saya cukup sensitif pada rasa manis. Selain itu, saya juga cenderung menghindari campuran kopi dan susu karena entah kenapa bikin saya mual :(. Ketika memasuki masa menstruasi, saya sama sekali menghindari kopi karena minum kopi saat menstruasi bagi saya sama dengan menyakiti diri sendiri :". Jadi, saya memilih minum greentea. Sebagai customer, saya juga kadang riwil pengen makan ini-itu. Beruntung, di Jogja ada banyak pilihan yang mengakomodir selera saya yang ngerepotin ini. Kalau pengen minuman ena non-coffee bisa banget nyobain mimik-mimik gemas Cilikan yang buka di Seven Sky Lippo Plaza. Saya suka greenteanya soalnya bisa rikuwes tanpa gula. Sepuluh  ribu doang, boskuhh💚 ~ Kalau pengen cireng keju bisa ke Saorsa. Kalau pengen makan macem-macem, coba tengok Raya's :). 

5. Pelayanan

Dasmu Works

"Ya ampun, beb~ Sumpah, baristanya baik banget. Ramah, jadi betah :))"

Perihal pelayanan dan keramahan barista, server, dan sebangsanya saya akui memang bikin betah. Beberapa koffisyop langganan saya cenderung memperlakukan customer laiknya teman. Bahkan meski saya cuman mampir sebentar untuk pesan takeaway atau penampilan saya mengenaskan dengan sandal jepit dan celana pendek. Beberapa koffisyop yang vibesnya menyenangkan ini sudah saya sebutkan di atas, jadi silakan ditebak sendiri koffisyop yang mana. 


Akhir kata, saya ingin mengutip salah satu postingan di instagram saya sendiri. Soalnya kalau ngutip Tere Liye, nanti nganu :(

For me, koffisyop more than just a place to spend your time and money. It is a place where you can convert caffeine into nice conversation, articles, or any other random stuff to cheer yourself up! You can't buy happiness, they said. But my happiness doesn't need your approval, anyway~ 



Comments

Popular posts from this blog

Pertanyaan-pertanyaan Tentang (Kedai) Kopi Yang Coba Saya Jawab Sendiri

Smile coffee and tea Beberapa juta tahun cahaya yang lalu, saya sempat menulis mengenai enam pertimbangan dalam memilih tempat untuk nongkrong . Belakangan saya sadar, sebagian besar tongkrongan saya adalah kedai kopi, atau paling tidak menyediakan kopi dalam daftar menunya. Saya sadar, belakangan kedai kopi di Jogja kian menjamur seperti tugas akhir yang saya biarkan menganggur ketika menulis postingan ini. Sebelumnya, saya ingin meluruskan bahwa saya bukanlah seorang coffee snob  , pendekar, atau apapun itu yang paham fafifu soal perkopian. Hamba sekadar mahasiswa yang butuh ruang yang nyaman untuk bersosialisasi maupun berindividualisasi. Sebagai seorang yang bukan ekstrovert dan nggak introvert-introvert amat, kedai kopi adalah tempat yang sesuai bagi saya untuk sekadar mojok dewean, menulis sesuatu, atau iseng baca webtoon dan yutuban.  Sejujurnya saya merasa postingan ini agak tolol. Kalau mau, bisa saja saya wawancara orang yang betul-betul paham soal kopi. Tapi, toh

Pertemuan dan Perjumpaan

Entah kenapa aku merasakan perbedaan antara pertemuan dan perjumpaan.  Rasaku bilang: pertemuan menyiratkan sebuah perjanjian, kesepakatan. Pertemuan sarat akan unsur kesengajaan. Bentuk-bentuk intimasi serta kepentingan turut terlibat, erat dan mengikat. Rasaku berucap: perjumpaan merupakan pertemuan yang tak direncanakan. Perjumpaan lebih mengatasnamakan takdir, ketidak sengajaan,  Tolong, jangan mintan penjelasan kenapa rasaku tak bisa menyamakan antara pertemuan dan perjumpaan. Aku bukan anak linguistik, atau manusia yang sehari-hari bergelut dengan ketatabahasaan. Rasaku memiliki logika dan nalarnya sendiri.  Jangan pula tanyakan tentang perpisahan, karena kali ini aku sekadar ingin membahas perjumpaan dan pertemuan. Jalan Kaliurang, 21 Maret 2016 Mengutuki hujan yang menderas di luaran. * edited soon, perhaps.

#ReformasiDikorupsi, #GejayanMemanggil, dan Sebagian Postingan yang Tidak Relevan

Gejayan Memanggil 2